Ternyata, Ini Penyebab Rupiah Melemah

Rupiah sampai dengan 17 November 2021 mencatat depresiasi sebesar 1,35 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020.

oleh Tira Santia diperbarui 18 Nov 2021, 19:01 WIB
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menguat, Jakarta, Kamis (23/10/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 17 November 2021 melemah 0,53 persen secara point to point dan 0,56 persen secara rerata dibandingkan dengan level Oktober 2021.

“Pelemahan nilai tukar rupiah disebabkan oleh aliran masuk modal asing yang terbatas di tengah persepsi positif terhadap prospek perekonomian domestik dan terjaganya pasokan valas domestik,” kata Perry dalam hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (18/11/2021).

Sehingga dengan perkembangan tersebut, rupiah sampai dengan 17 November 2021 mencatat depresiasi sebesar 1,35 persen (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2020, lebih rendah dibandingkan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India, Malaysia, dan Filipina.

Oleh karena itu, Bank Indonesia terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, dan bekerjanya mekanisme pasar, melalui efektivitas operasi moneter dan ketersediaan likuiditas di pasar.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pertumbuhan Ekonomi

Suasana gedung perkantoran di Jakarta, Sabtu (17/10/2020). International Monetary Fund (IMF) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 menjadi minus 1,5 persen pada Oktober, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Juni sebesar minus 0,3 persen. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Lebih lanjut, Perry juga membahas terkait perbaikan ekonomi domestik yang diperkirakan terus berlangsung secara bertahap. Kinerja ekonomi kuartal III 2021 tercatat tumbuh positif sebesar 3,51 persen (yoy), meskipun lebih rendah dari capaian kuartal II sebelumnya sebesar 7,07 persen (yoy) seiring pembatasan mobilitas untuk mengatasi varian delta Covid-19.

“Perkembangan tersebut ditopang oleh tetap tingginya ekspor, di tengah tertahannya konsumsi rumah tangga dan investasi,” ujarnya.

Selain itu, pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh kinerja positif Lapangan Usaha (LU) Industri Pengolahan, Perdagangan, dan Pertambangan, serta kinerja ekonomi wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua), Kalimantan, dan Sumatera.

BI memperkirakan kinerja ekonomi meningkat pada kuartal IV 2021, didukung oleh perbaikan kinerja ekspor, kenaikan belanja fiskal Pemerintah, maupun peningkatan konsumsi dan investasi. Hal ini tercermin dari kenaikan indikator hingga awal November 2021 seperti mobilitas masyarakat, penjualan eceran, ekspektasi konsumen, PMI Manufaktur, serta realisasi ekspor dan impor.

“Pertumbuhan ekonomi diperkirakan meningkat lebih tinggi pada tahun 2022, didorong pula oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan dengan akselerasi vaksinasi, pembukaan sektor-sektor ekonomi yang lebih luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut,” pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya