Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah semakin mempermudah masyarakat yang menjadi wajib pajak untuk melakukan kewajibannya untuk mengurus pajak. Salah satu kemudahan tersebut adalah pengurusan pajak sudah bisa diwakilkan lewat kuasa wajib pajak.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, aturan perwakilan pengurusan pajak ini tertuang dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
"Di UU HPP ini kuasa wajib pajak bisa dilakukan siapapun," kata Sri Mulyani dalam Kick Off Sosialisasi Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan di Nusa Dua, Bali, Jumat (19/11/2021).
Dengan adanya kemudahan ini, tidak ada lagi alasan bagi wajib pajak untuk tidak menjalankan kewajiban karena kesibukan.
"Jadi tidak ada alasan lagi bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajibannya karena bisa dikuasakan. Jangan karena sibuk pergi ke sana sini urus bisnis atau sedang liburan terus lupa," kata dia.
Kuasa wajib pajak dapat dilakukan oleh siapapun sepanjang memenuhi persyaratan kompetensi menguasai bidang perpajakan. Pengecualian syarat diberikan jika kuasa yang ditunjuk merupakan suami, istri, atau keluarga sedarah atau semenda 2 (dua) derajat.
Dalam hal penegakan hukum pidana pajak, pemerintah akan mengedepankan pemulihan kerugian negara. Sehingga hukuman yang dikenakan tidak bertujuan untuk menghukum orang, melainkan mengumpulkan penerimaan pajak.
"Jadi bukan buat menghukum orang, tapi supaya komplain ini dikedepankan artinya penerimaan pajak ini dikedepankan. Jadi ultimatumnya bayar pajak dulu," ungkapnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Hukuman Pidana Tetap Ada
Namun hal itu tidak berarti hukuman pidana dihapuskan. Untuk pelanggaran yang bersifat berat, pemerintah akan tetap mengenakan hukum pidana. Hanya saja pemulihan kerugian negara menjadi prioritas.
"Tapi kalau sudah keterlaluan ini ada hukumnya. Jadi pemulihan kerugian negara lebih dulu," kata dia.
Untuk pidana pajak kealpaan, maka hukumannya berupa membayar pokok pajak, ditambah sanksi 1 kali pajak kurang dibayar. Untuk pidana kesengajaan hukumannya membayar pokok pajak ditambah sanksi 3 kali pajak kurang dibayar. Sedangkan pidana pajak pembuatan bukti potong PPh fiktif, hukumannya membayar pokok pajak ditambah sanksi 4 kali pajak kurang dibayar.
Sanksi-sanksi tersebut telah dilakukan penyesuaian berdasarkan jenis perbuatan yang dilakukan. Sebab dalam UU KUP sanksi yang diberikan dipukul rata yakni membayar pokok pajak ditambah sanksi 3 kali pajak kurang dibayar.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement