Liputan6.com, Jakarta - Penawaran umum perdana atau initial public of offering (IPO) telah memecahkan rekor pada 2021. Hal ini didorong valuasi perusahaan yang tinggi dan ledakan perusahaan akuisisi tujuan khusus (SPAC).
Dengan enam minggu lagi pada 2021, sekitar 2.850 bisnis dan SPAC telah kumpulkan lebih dari USD 600 miliar atau sekitar 8.543 triliun (asumsi kurs Rp 14.238 per dolar AS) dalam IPO. Hal ini melewati catatan untuk kesepakatan dan hasil yang dicapai pada 2007, berdasarkan data Bloomberg.
Dari IPO sepanjang 2021, perusahaan startup kendaraan listrik Rivian memimpin perolehan dana terbesar dari pasar modal. Dana yang dikumpulkan hampir USD 12 miliar atau sekitar Rp 170,72 triliun di New York.
Baca Juga
Advertisement
Dana IPO terbesar di Asia dari China sebanyak 54 miliar yuan (USD 11,5 miliar atau sekitar Rp 163,66 triliun) , penyedian loker paket dari Polandia yaitu InPost mencatat posisi teratas di Eropa dengan nilai yang berhasil dari IPO 2,8 miliar euro (USD 4,3 miliar) yang tercatat di Amsterdam pada Januari.
Mengutip Strait Times, ditulis Senin (22/11/2021), realisasi IPO yang menguat ini juga merealisasikan keuntungan dari harga saham yang tertiinggi.
Adapun dukungan bank sentral membuat investor terus mengalirkan dana. Selain itu, pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19 bersama dengan langkah-langkah stimulus membantu meningkatkan pendapatan perusahaan.
Namun, tidak semuanya berjalan mulus. Pengawasan regulasi telah membekukan ledakan SPAC yang mencapai puncak pada awal 2021.
Tindakan keras China terhadap perusahaan teknologi selama musim panas mengirimkan gelombang kejutan melalui pasar global, menghentikan laju pencatatan saham China di Amerika Serikat dan membayangi pasar IPO Hong Kong.
“Kami bergerak dari pasar yang sempurna untuk IPO dengan banyak likuiditas dan transaksi yang berkinerja baik ke lingkungan lebih normal, investor lebih selektif,” uajr Global Co-Head of Equity Capital Markets UBS Group, Gareth McCartney.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Gejolak Saham IPO
Sementara itu, aksi beli ritel yang membuat pasar saham naik seperti rollercoaster pada 2021 ini bersama dengan selera investor untuk sektor-sektor yang pans stelah memicu gejolak setelah IPO.
Rivian, yang belum menghasilkan pendapatan, saham Rivian justru naik lebih dari dua kali lipat pada sesi pertama. Bahkan secara singkat kenaikan harga saham Rivian membuat kapitalisasi pasar sahamnya melampaui nilai kapitalisasi pasar Volkswagen. Sementara itu, SK Bioscience Korea Selatan naik 160 persen dalam debutnya.
Keuntungan besar ini telah mendorong kekhawatiran akan terjadinya gelembung. Indeks S&P 500 telah diperdagangkan lebih dari 21 kaki proyeksi laba pada 2022. Jauh di atas rata-rata 10 tahun. Saham mendekati level termahal sejak gelembung dot.com pada 2000.
“Karena program stimulus moneter dikurangi, dan jika pertumbuhan global melambat tajam, pasar bisa menuju koreksi,” ujar Analis Senior Hargrevaes Lansdown Susannah Streeter.
Ia menuturkan, perusahaan yang dinilai terlalu tinggi akan merasakan sakitnya jatuh lebih cepat dari yang lain.
Manajer investasi telah menjadi pemilih di tengah banyaknya transaksi dan melihat keuntungan. Saham Kuaishou Technology, pesaing TikTok, salah satu IPO yang terberat pada 2021, anjlok 16 persen di bawah harga pencatatannya setelah sahamnya naik lebih dari tiga kali lipat.
Di sisi lain, hasil IPO pada 2021 di Amerika Serikat dan Eropa sekarang rata-rata berkinerja di bawah tolok ukur bursa saham reigional.
Advertisement
Bursa Saham Bakal Lebih Normal pada 2022
Sejumlah saham IPO juga ada yang mencatat penurunan. Kegagalan debut dengan penurunan 27 persen terjadi pada induk penyedia pembayaran digital India Paytm pada pekan lalu. Paytm tidak sendiri.
Perusahaan rintisan pengiriman makanan di Inggris Deliveroo juga alami koreksi 26 persen. Kemudian perusahaan asuransi AS Oscar Health yang susut 11 persen pada Maret 2021.
Pada semester II 2021, pendaftaran penawaran saham perdana yang dibatalkan telah menumpuk, termasuk perusahaan properti perawatan kesehatan Icade Sante di Prancis, perusahaan perangkat lunak investasi Allvue Systems Holdings di Amerika Serikat dan Novotech Health di Hong Kong.
Sementara itu, beberapa telah mendorong rencana IPO pada 2022. Di sisi lain, risiko untuk saham global menumpuk, termasuk lonjakan inflasi yang dapat mendorong kebijakan moneter lebih ketat. Kenaikan suku bunga dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan memperlambat momentum pendapatan.
“Pasar akan menghadapi lingkungan yang lebih normal pada 2022. Harapan inflasi lebih tinggi akan menantang aset berisiko dan terutama ekuitas,” ujar Co Head of Equity Capital Market Goldman Sachs di Asia kecuali Jepang, William Smiley.
SPAC
Prospek SPAC juga suram. SPAC mencapai level tertinggi sepanjang masa sebesar USD 159 miliar atau Rp 2.265 triliun pada 2021, tetap melambat secara dramtis dari April. Regulator di AS, sejauh ini merupakan pasar terbesar membatasi praktik sambil mengawasi lebih ketat.
"Semangat SPAC telah tenang dan itu bagus untuk kesehatan pasar yang berkelanjutan karena penerbitan sekarang pada tingkat yang berkelanjutan secara global,” ujar Bank of America’s Head of Equity Capital Markets Eropa, Timur Tengah dan Afrika, James Palmer.
Advertisement