Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana membatasi pergerakan masyarakat melalui kebijakan PPKM level 3 untuk mengantisipasi terjadinya gelombang tiga Covid-19 di Indonesia jelang libur Natal dan Tahun Baru atau Nataru 2022.
Ternyata bagi pengusaha ritel penerapan aturan saat libur Nataru 2022 tak akan berdampak signifikan.
Advertisement
Bahkan, bisnis ritel pada akhir tahun 2021 diprediksi akan meningkat meski secara terbatas. Peningkatan paling besar terjadi diprediksi pada sektor-sektor penunjang seperti alat rumah tangga hingga makanan dan minuman.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji menilai langkah pemerintah yang membatasi mobilitas ini sebagai upaya yang tepat. Pasalnya, jika tak dibatasi, mobilitas masyarakat akan kian marak.
Dia pun menaksir pembatasan yang dilakukan tak akan berdampak signifikan kepada sektor pengusaha.
"Saya kira meski berdampak pun tidak akan terlalu signifikan ya, asalkan pembatasan yang nanti dilakukan pemerintah juga tak mengganggu pergerakan ekonomi pada saat akhir tahun dan awal tahun," kata di kepada Liputan6.com, dikutip Minggu (21/11/2021).
Ia menambahkan, yang terpenting dari pembatasan adanya penertiban protokol kesehatan lebih ketat. Tujuannya untuk menahan penyebaran kasus Covid-19.
"Kalau tak ada kepedulian dan warning dari pemerintah saat ini tentu masyarakat bisa saja nanti saat Nataru kan biasanya akan lengah dengan hingar bingar dengan begitu penting adanya pembatasan mobilitas," jelas dia.
Ia pun menilai kebijakan ini telah lebih lengkap dibahas oleh pemerintah sehingga sudah tepat dipandang dari berbagai sektor.
Usaha Ritel Tumbuh Terbatas
Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira menaksir sektor ritel akan mengalami pertumbuhan terbatas di akhir tahun ini. Hal ini sebagai dampak pelonggaran aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah sejak Oktober 2021.
“Proyeksi penjualan ritel pada akhir tahun (Nov-Desember) diperkirakan mengalami kenaikan yang sangat terbatas. Setelah dilakukan pelonggaran PPKM pada Oktober 2021, masyarakat kembali lakukan pembelian barang di luar rumah,” jelasnya.
Bhima mengacu pada peningkatan mobilitas sebesar 5 persen diatas baseline menurut data Googl Mobility.
Sementara pada data penjualan eceran di Oktober yang dirilis Bank Indonesia memperkirakan ada kenaikan 5,2 persen year-on-year yang konsisten dengan tren kenaikan mobilitas.
“Komponen yang paling cepat merespon pulihnya mobilitas adalah Suku Cadang Kendaraan bermotor, makanan minuman dan rokok, plus perlengkapan rumah tangga,” ujarnya.
Kendati begitu, beberapa jenis ritel lainnya diprediksi mengalami pertumbuhan yang tak merata. Misalnya, usaha ritel yang ada di pusat perbelanjaan yang masih belum terdorong oleh tingkat kunjungan ke mal pasca pelonggaran kegiatan.
“tetapi beberapa mal hanya terlihat ramai di awal bulan dan weekend. Itu pun tidak semua pengunjung melakukan pembelian, sebagian hanya cuci mata atau window shopping. Jadi tren penjualan ritel di mal masih belum pickup,” kata dia.
Kendati melihat ada pertumbuhan yang tidak merata tersebut, disambung kebijakan pemerintah yang menaikkan level PPKM dan penghapusan cuti bersama di akhir tahun menimbulkan kekhawatiran penurunan penjualan ritel konvensional.
“Konsekuensinya ritel konvensional terancam slow down sampai akhir tahun. Yang mau rekrut karyawan baru jadi wait and see, kebijakan pemerintah ketidakpastian nya tinggi,” tutupnya.
Advertisement