Liputan6.com, Jakarta - Nama Menteri BUMN Erick Thohir mencuat pasca memanasnya isu ia mendapatkan keuntungan dari kebijakan tes PCR di Indonesia. Hal itu dikaitkan dengan conflict of interest karena Erick Thohir menjabat sebagai pejabat publik dengan latar belakang pebisnis.
Erick Thohir pun membantah tuduhan itu. Bahkan, berani buka suara cara mendapatkan ‘uang panas’ di lingkungan Kementerian BUMN. Ia menyebut cara yang paling mudah untuk mendapatkan uang dari jabatannya adalah dengan jual-beli jabatan direksi perusahaan pelat merah.
Menariknya, untuk satu jabatan direksi di BUMN seperti Direktur Utama, ia mengaku pernah dihargai sebesar Rp 25 Miliar.
“Kalau saya mau cari uang di BUMN, banyak. Paling gampang apa? Cari uang, mindah-mindahin jabatan, itu setorannya banyak loh,” katanya dalam dialog dengan Akbar Faizal, dikutip Selasa (23/11/2021).
“Loh dulu, pernah dihargai satu direksi Rp 25 miliar. Direksi yang gede, ya direktur utama lah, kalau mau,” imbuhnya.
Ia menekanka hal itu tak terjadi lagi di tubuh Kementerian BUMN saat ini. Buktinya, kata dia, dengan adanya merger antara perusahaan pelat merah.
“Terus apa konteksnya? Kalau saya terjebak jua-beli jabatan, ya gak mungkin saya merger-in BUMN, gak mungkin tadi, ya menangkap yang korupsi. Pasti langsung goyang dong badannya. “Wah ini yang ita angkat, ini udah nyetor ke kita’,” katanya.
Ia pun turut menyinggung reputasi baik yang dimilikinya selama ini. Tidak mungkin baginya terlibat dengan hal ilegal tersebut yang bisa menghancurkan repotasi baik yang telah dibangunnya tadi.
“Karena tidak mungkin lah, yang selalu saya bilang 2 tahun jadi menteri reputasi saya selama ini masa mau saya hancurkan,” katanya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Conflict of Interest
Pada kesempatan yang sama, ia mengisahkan sejak awal ditawari untuk menjabat pucuk Kementerian BUMN oleh Presiden Joko Widodo. Ia sempat mengingatkan tentang potensi citra konflik kepentingan jika Menteri Erick masuk ke kabinet.
Hal itu, kata Erick langsung dibantah oleh Jokowi.
“’Pak ini pasti orang akan melihat conflict of interest’, Pak Presiden jawab apa? ‘saya tahu Pak Erick selama ini waktu jalanin Asian Games (2018) tidak ada hal seperti ini, dan saya sudah cek background Pak Erick’,” kata dia menirukan ucapan Presiden Jokowi.
Advertisement
Tak Minta Jabatan
Sebelumnya, Erick Thohir juga membantah meminta jabatan tersebut meski telah mengantarkan kemenangan kedua bagi Jokowi. Malah ia curhat sebetulnya memilih lembaga independen untuk mengontrol pertumbuhan ekonomi Indonesia kedepannya.
“Demi Allah saya tidak minta jadi menteri, saya masih ingat sekali saya sama mas wishnutama karena kita cukup dekat jadi tim inti waktu itu, dan terus terang kita ini kan orang swasta, tentu kita punya mimpi-mimpi, kalau Wishnutama itu kan selalu mikirnya digital content dan lain-lain, saya di media dan sport tapi juga pengusaha,” kata dia dalam dialog bersama Akbar Faizal, Senin (22/11/2021) malam.
Namun, seiring waktu membersamai Jokowi, Erick mengaku tumbuh kecintaan kepada sosok Jokowi sebagai seorang pemimpin.
“Ketika kita bicara-bicara waktu itu, kita bilang kita siap bantu pak, untuk KEIN (Komite Ekonomi Industri Nasional), karena kita berpikir disana itu tetap independensi, kita bisa berikan advice dan lain-lain,” kata dia.
Ia menuturkan, di KEIN, dengan mencontoh konsep yang dilakukan West Wing di Amerika Serikat yang secara independensi bisa melihat roadmap ekonomi Indonesia kedepan. Kemudian, juga mengontrol jalannya ekonomi Indonesia sesuai dengan arah visi-misi Presiden.
“Waktu itu mikir KEN nya begini, kita ada KADIN dimana kadin tentu resmi sebagai lembaga yang diakui pemerintah menggalang namanya pengusaha, Hipmi yang muda nya, tapi konteks keduanya tidak 100 persen menservice visi presiden, itu kan dinamika. Tapi justru perlu ada tim visi ekonomi presiden seperti ini, dia ini yang mendrive mengecek apakah visi ini bisa diimplementasi,” papar mantan bos Inter Milan itu.
“Tentu kita juga bicara ke kementerian ke kadin, ini kita punya (KEIN), jadi lebih sebagai tangannya presiden langsung tapi tidak hanya sebagai thinktank tapi memastikan bahwa ini (program) tidak telat,” imbuh Erick.