Liputan6.com, Jakarta - Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan mengintegrasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau KTP dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) guna memudahkan proses penarikan pajak penghasilan (PPh).
Kebijakan itu dinilai akan memudahkan kantor pajak dalam memonitor pengeluaran bos-bos besar. Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengatakan, pelacakan itu bakal dipermudah dengan terintegrasinya NIK dengan NPWP.
Advertisement
Terlebih untuk memantau tindak picik bos-bos besar yang kerap menyembunyikan kekayaannya agar terhindar dari kewajiban membayar pajak.
"Banyak harta kekayaan para bos-bos besar yang dibeli atas nama supirnya atau pembantu. Nah, itu nanti jadi bisa kena utang pajak karena lewat NIK sudah tercantum NPWP," kata Suryadi dalam sosialisasi UU HPP secara virtual, Selasa (23/11/2021).
Secara jadwal, UU HPP bakal menerapkan integrasi NIK dengan NPWP pada 2023 mendatang.
"DJP (Direktorat Jenderal Pajak) akan ada sistem baru, ini selesai tahun 2023. Jadi enggak bisa lari lagi. Akan sangat mudah bisa terdeteksi, enggak bisa lari ke mana-mana," tegas Suryadi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Program Pengungkapan Sukarela
Suryadi lantas mengimbau bos-bos besar agar mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS) kepada Wajib Pajak (WP) yang akan diselenggarakan pemerintah pada 1 Januari-1 Juni 2022.
Tujuannya, agar mereka bisa melaporkan pengeluaran dan/atau harta kekayaannya lebih dini. Tarif yang dibanderol hanya 6-18 persen, jauh lebih rendah dari lapisan tertinggi tarif PPh Orang Pribadi (OP) dengan penghasilan kena pajak lebih dari Rp 5 miliar per tahun yang mencapai 35 persen.
"Jangan sampai menyesal. Sebelum kecewa lagi merasa menyesal, saya mengingatkan PPS harus ikut. Kebijakan 1 nanti berlaku untuk WP OP dan WP Badan, kebijakan 2 WP OP saja, tinggal pilih yang mana," imbuh Suryadi.
Advertisement