Liputan6.com, Jakarta Kasus perundungan dan kekerasan seksual kembali terjadi, kali ini menimpa seorang anak kelas 6 SD di Malang, Jawa Timur.
Sejauh ini, polisi telah menangkap 10 pelaku dan masih mendalami peran masing-masing pelaku itu dengan dugaan dua perkara yakni kekerasan seksual dan pengeroyokan.
Kapolres Malang Kota AKBP Budi Hermanto mengatakan, para pelaku kekerasan anak itu masih di bawah umur dan masih berstatus saksi terperiksa lantaran penyidikan belum 1 x 24 jam. Peran para pelaku diidentifikasi berdasarkan video viral serta keterangan korban.
Baca Juga
Advertisement
“Para pelaku juga sudah mengakui perbuatannya. Tapi masih harus dilihat perannya,” kata Budi Hermanto di Malang, Selasa, (23/11/2021) mengutip kanal Surabaya Liputan6.com.
Terkait kasus ini, kriminolog Haniva Hasna, M. Krim ikut angkat bicara. Menurutnya, bila dilihat dari usia pelaku, termasuk dalam usia rentan terhadap pengaruh sosial. Hal ini menyebabkan mudahnya mereka tersulut emosi.
“Ada beberapa faktor dalam aksi ini, antara lain konformitas teman sebaya, agresivitas, serta kontrol diri,” katanya kepada Health Liputan6.com, Selasa (24/11/2021).
Konformitas Teman
Konformitas teman sebaya biasanya dilakukan untuk mendapatkan penerimaan sosial, bisa dilakukan dengan adanya tekanan atau sukarela.
Ini yang mengharuskan seseorang dalam hal ini remaja untuk bertindak dan berpikiran dengan cara tertentu. Perilakunya bisa baik bisa menyimpang tergantung dengan kelompok yang diikuti.
“Mengapa suka keroyokan? Karena pada dasarnya remaja ini sedang mencari jati diri, masa peralihan, belum berani tampil sendiri tapi sedang ingin dianggap berani, makanya mereka mencari kelompok geng yang membuat mereka bisa mengaktualisasikan diri, tampil keren, tampil berani.”
Advertisement
Agresivitas dan Kontrol Diri
Sedang, agresivitas terkait dengan remaja yang memiliki masalah hidup sehingga berkeinginan untuk menyakiti individu lain.
Ini dilakukan sebagai upaya mengekspresikan perasaan negatifnya seperti melakukan permusuhan. Komponen agresivitas itu terdiri dari agresi fisik atau agresi verbal dalam bentuk kemarahan dan permusuhan.
Poin ketiga yakni kontrol diri merupakan kemampuan remaja untuk menentukan perilakunya berdasarkan standar tertentu seperti moral, nilai, dan aturan di masyarakat agar mengarah pada perilaku positif.
Kurangnya kontrol diri dapat menimbulkan aksi ketika terjadi gesekan. Selain itu, pada dasarnya proses bersikap remaja terhadap sebuah masalah adalah emosi-aksi-pikir, kondisi ini bisa berubah menjadi emosi-pikir-aksi ketika mereka dewasa.
“Namun bukan berarti tidak bisa dikendalikan. Hanya butuh belajar dan pembiasaan saja agar remaja bisa menjadi pribadi yang mampu menahan diri,” pungkasnya.
Infografis Bentuk-Bentuk Kekerasan Seksual
Advertisement