Liputan6.com, Jakarta - Pejabat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (The Fed) menyatakan keprihatinan terkait inflasi dan bersedia menaikkan suku bunga jika harga terus naik.
Pada Rabu, 24 Agustus 2021, komite yang bertugas menetapkan suku bunga The Fed merilis risalah selama sesi November. Ketika itu merupakan indikasi pertama untuk menarik stimulus ekonomi yang diberikan selama pandemi COVID-19.
Ringkasan rapat mencatat diskusi yang aktif mengenai persoalan inflasi. Anggota dewan pun menegaskan kesediaannya untuk melakukan tindakan jika kondisi ekonomi semakin memanas seiring harga melonjak.
Baca Juga
Advertisement
"Peserta mencatat Komite harus siap menyesuaikan laju pembelian aset dan menaikkan kisaran target guna meningkatkan dana federal lebih cepat dari yang diantisipasi peserta rapat. Tindakan harus cepat dilaksanakan terutama jika inflasi terus merangkak lebih tinggi dari ambas batas Komite,” tulis catatan rapat tersebut, dilansir dari laman CNBC, Kamis (25/11/2021).
Pejabat meminta untuk bersabar mengenai data-data yang masuk. Data itu menunjukkan inflasi bergerak ke angka tertinggi dari 30 tahun terakhir.
"Kami tidak akan ragu untuk mengambil tindakan yang tepat guna mengatasi tekanan inflasi yang menimbulkan risiko terhadap stabilitas harga jangka panjang dan tujuan pekerjaan,” tegas pejabat The Fed.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Sepakat Kurangi Pembelian Obligasi
Seusai sesi penutupan kuartalan pada Rabu, 3 November 2021, Federal Open Market Committee (FOMC) mengisyaratkan memulai pengurangan program pembelian obligasi bulanan. The Fed telah membeli USD 120 miliar setara Rp 1.713,7 triliun (asumsi kurs Rp 14.281 per dolar AS) pada treasury atau surat berharga dan hipotek yang didukung sekuritas.
Program ini bertujuan demi menjaga pasokan uang di pasar seraya mempertahankan suku bunga yang lebih rendah. Dengan demikian mampu meningkatkan kegiatan ekonomi.
Dalam pernyataan setelah rapat, FOMC mengungkapkan adanya kemajuan yang substansial dalam ekonomi dan berpotensi mengurasi sebesar USD 15 miliar atau Rp 214,2 triliun per bulan atas pembelian obligasi. Dana ini tersebar di obligasi sebanyak USD 10 miliar atau setara Rp 142,8 triliun dan senilai USD 5 miliar atau Rp 7,1 triliun di MBS.
Laporan pun mencatat pembelian obligasi dan nilai suku bunga akan dipertahankan setidaknya hingga Desember. Bahkan memungkinkan akan berlanjut hingga akhir musim semi atau awal musim panas 2022.
Advertisement
FOMC: Lebih Cepat Lebih Baik
Beberapa anggota FOMC justru menginginkan tindakan tersebut lebih cepat dilaksanakan The Fed. Supaya memberi kelonggaran bagi The Fed untuk menaikkan suku bunga lebih cepat.
"Beberapa anggota menyarankan program pengurangan laju pembelian aset bersih lebih dari USD 15 miliar atau Rp 214,2 triliun)setiap bulan benar adanya. Dengan begitu, The Fed berada dalam posisi yang lebih baik saat melakukan penyesuaian pada kisaran target untuk tingkat dana federal, terutama mengingat besarnya tekanan inflasi," dikutip dari berita acara pertemuan tersebut.
Hal ini dinilai penting karena inflasi semakin “panas” sejak rapat The Fed pada November. Skema sebelumnya, The Fed menaikkan suku bunga bermaksud mendinginkan ekonomi.
Namun, para pejabat mengatakan bersedia membiarkan inflasi berjalan lebih liar dari biasanya untuk membiarkan gambaran ketenagakerjaan membaik atau tidak. Padahal, bagaimanapun pasar bergerak sebagai reaksi atas aksi The Fed.
Trader dalam kontrak yang bertaruh pada masa depan suku bunga jangka pendek mengindikasikan The Fed akan menaikkan suku bunga acuannya tiga kali pada 2022 arau 25 poin.
Saat ini, proyeksi resmi tidak lebih dari satu kenaikan tahun depan. Pasar kian bergejolak dan berubah dengan cepat tergantung “sinyal” yang dikirim Fed.
Dalam rapat, anggota FOMC menyatakan keprihatinan ketika pembacaan inflasi yang semakin meroket. Hal ini tentu mampu mempengaruhi persepsi publik dan harapan berbalik pesimistis atas target jangka panjang sebesar 2 persen dari The Fed.
Reporter: Ayesha Puri