Revisi UU Cipta Kerja Bakal Hambat Pemulihan Ekonomi di 2022

MK menyatakan UU tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

oleh Liputan6.com diperbarui 25 Nov 2021, 18:15 WIB
Sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju foto bersama Pimpinan DPR usai pengesahan UU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). Rapat tersebut membahas berbagai agenda, salah satunya mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. Pemerintah diminta untuk merevisi undang-undang tersebut dalam waktu 2 tahun.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Piter Abdullah mengatakan, keputusan MK telak menjadi hantaman bagi pemerintah karena mementahkan kerja besar pemerintah selama tiga tahun terakhir. Akibatnya, 2022 diharapkan bisa manfaatkan UU Cipta Kerja untuk pemulihan, justru sebaliknya.

"Tetapi dengan adanya keputusan MK ini pemerintah harus sedikit mundur ke belakang, dan tentunya akan mengganggu agenda pemulihan ekonomi," kata Piter kepada merdeka.com, Kamis (25/11).

Meski demikian, keputusan MK meminta pemerintah perbaiki UU Cipta Kerja dinilai tidak akan menganggu kepercayaan investor kepada Indonesia. Sebab, para pemilik uang tersebut memahami dan meyakini pemerintah akan menindaklanjuti sebagaimana diminta MK

"Tetapi hal itu sudah pasti akan menghambat. Investor besar kemungkinan akan wait n see dalam merealisasikan investasi mereka," pungkas dia.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Putusan MK

Buruh mendorong sepeda motor mereka saat melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (10/11/2021). Buruh menuntut pemerintah untuk mencabut UU Cipta Kerja dan meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk mundur. (merdeka.com/Imam Buhori)

Dalam putusannya, Hakim MK Anwar Usman juga menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan'," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Mahkamah Konstitusi RI dan dipantau dari Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut, MK memerintahkan kepada para pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan tersebut diucapkan oleh MK, dan apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja, red.), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ucap Anwar Usman.

Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya