KPK Tetapkan Eks Direktur Produksi PTPN XI Budi Adi Prabowo Tersangka Korupsi

Budi Adi Prabowo ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan six roll mill atau mesin giling tebu di Pabrik Gula Djatiroto milik PTPN XI.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 25 Nov 2021, 18:01 WIB
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Direktur Produksi PT Perkebunan Nasional (PTPN) XI Budi Adi Prabowo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan dan pemasangan six roll mill atau mesin giling tebu di Pabrik Gula Djatiroto milik PTPN XI.

Selain Budi, KPK juga menjerat Direktur PT Wahyu Daya Mandiri Arif Hendrawan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, pihaknya menjerat kedua orang tersebut sebagai tersangka berdasarkan bukti permulaan yang cukup.

"KPK melakukan tindakan lanjutan berupa penyelidikan dan kemudian ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup maka KPK meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan dengan mengumumkan tersangka," ujar Alex dalam jumpa pers, Kamis (25/11/2021).

Alex mengatakan, Budi menyepakati bahwa pelaksana pemasangan mesin giling di Pabrik Gula Djatiroto yakni Arif. Kesepakatan dilahirkan atas sejumlah pertemuan yang kerap mereka lakukan walau proses lelang belum dimulai.

Sebelum proses lelang, Budi dengan beberapa staf PTPN XI serta Arif studi banding ke salah satu pabrik gula di Thailand. Kunjungan itu dibiayai oleh Arif. Tak hanya itu, Arif juga memberikan sejumlah uang kepada rombongan, termasuk Budi.

Setelah studi banding ke Thailand, Budi memerintahkan salah satu staf PTPN XI menyiapkan dan memproses pelaksanaan lelang yang akan dimenangkan PT Wahyu Daya Mandiri.

"Tersangka AH (Arif) diduga menyiapkan perusahaan lain agar seolah-olah turut sebagai peserta lelang," kata Alex.

Tak hanya itu, Arif juga aktif dalam proses penyusunan spesifikasi teknis harga barang yang dijadikan sebagai acuan awal dalam penentuan harga perkiraan sendiri (HPS) senilai Rp 78 miliar termasuk data-data kelengkapan untuk lelang pengadaan satu lot six roll mill di Pabrik Gula Djatiroto.

"Adapun nilai kontrak yang telah disusun atas dasar kesepakatan tersangka BAP (Budi) dan tersangka AH (Arif) yaitu senilai Rp 79 miliar," papar Alex.

 


Pemberian Mobil dan Kelebihan Bayar

Saat proses lelang, KPK menduga terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur untuk memenangkan PT Wahyu Daya Mandiri. Salah satunya terkait waktu penyerahan barang yang dimajukan tanggalnya pada saat Aanwijzing karena PT Wahyu Daya Mandiri sudah lebih dulu menyiapkan komponen barangnya.

Selain itu, saat proses lelang masih berlangsung, diduga ada pemberian satu unit mobil oleh Arif kepada Budi. Tak hanya itu, KPK menduga terdapat kelebihan nilai bayar yang diterima PT Wahyu Daya Mandiri yang disetujui Budi.

"Adapun dugaan kerugian negara yang ditimbulkan dalam proyek pengadaan ini sejumlah sekitar Rp 15 miliar dari nilai kontrak Rp 79 miliar," kata Alex.

Budi Adi Prabowo dan Arif Hendrawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya