Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berharap cadangan minyak dan gas (migas) nasional masih bisa terus tumbuh. Potensi cadangan minyak dan gas bumi Indonesia dinilai masih menjanjikan.
Hal yang harus jadi perhatian adalah keinginan untuk bisa menemukan cadangan migas kembali did alam negeri. Dikatakan jika sejatinya berbagai instrumen untuk mendorong pencarian cadangan migas sudah disediakan oleh pemerintah.
Advertisement
Sekretaris Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menilai jika salah satu upaya demi menekan penurunan produksi migas atau bahkan meningkatkan produksi dengan menerapkan Enhanced Oil Recovery (EOR).
Berbagai pendukung yang dibutuhkan pengusaha dalam menerapkan EOR sudah disediakan oleh pemerintah. Demikian pula dari sisi teknologi juga sudah tersedia. Hal tersisa hanyalah keinginan untuk mewujudkan hal ini.
Kalaupun teknologi belum tersedia di tanah air, kontraktor bisa bekerja sama dengan mitra yang sudah menguasai teknologi tersebut.
“Langsung diterapkan (EOR) teken kontrak dengan vendornya (mitra) apalagi ini konsepnya “No Cure No Pay” dicontoh saja kontrak yang sudah ada, simple kalau sudah ada contoh real yang sudah berhasil,” kata Djoko, Kamis (25/11/2021).
Pemerintah telah memetakan 34 lapangan migas yang menjadi kandidat lokasi proyek EOR. Proyek EOR merupakan salah satu strategi pemerintah untuk mengejar target produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030.
Dalam data pemerintah tersebut, ke-34 kandidat lapangan tersebut adalah Rantau, Bangko, Bekasap, Kulim, Balam South, Petani, Pematang, Zamrud, Beruk, Pedada, Pusak, Sago, Limau Q51, Ramba, Belida, Melibur, Gemah, Makmur, Jirak, Kaji, Semoga, Iliran High, Rama, Krisna, Widuri, E-main, Zulu, MQ, Jatibarang, Mudi, Sukowati, Tanjung, Handil dan Gundih.
Inisiasi untuk terapkan EOR dengan menginjeksikan CO2 saat ini secara intensif sedang dikaji di lapangan Sukowati dan Gundih.
Kemudian EOR memanfaatkan bahan kimia atau chemical EOR sebagai salah satu strategi utama untuk meningkatkan produksi minyak sebenarnya juga sudah dilakukan di lapangan Tanjung.
Adapun kelanjutan pilot project ini untuk temukan bahan kimia yang tepat dan sesuai dengan karakteristik reservoir sehingga bisa diterapkan secara penuh (full scale).
Sementara untuk chemical EOR lainnya juga sudah diterapkan di blok Rokan ketika masih dioperatori oleh Chevron Pacific Indonesia (CPI).
Penerapan chemical EOR tersebut rencananya akan kembali dilakukan oleh Pertamina melalui afilisasinya sebagai operator di Rokan yakni Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Rencananya PHR akan sodorkan rencana pengembangan (Plan of Development/PoD) proyek EOR-nya pada Januari 2022.
Menurut Djoko, data yang ada menunjukkan potensi untuk meningkatkan produksi migas cukup besar, sehingga pelaku usaha tinggal putuskan dimana lokasi yang tepat untuk dilakukan penerapan EOR tersebut.
“Inisiatif dari vendor dan KKKS tinggal tunjuk aja kan dan kasih info sumur minyak mana yang perlu dinaikan produksinya,” tegas Djoko.
Kebutuhan akan penemuan cadangan migas baru ini cukup mendesak mengingat realisasi produksi migas nasional terus turun. Alami memang mengingat umur sumur-sumur produksi migas tanah air terutama minyak sudah tidak lagi muda.
SKK Migas sendiri sudah mencanangkan target produksi minyak sebesar 1 juta Barel per hari (BOPD) dan gas sebesar 12 miliar standar kaki kubik per hari (BSCFD) di tahun 2030.
Guna membahas target besar tersebut, lembaga ini akan menyelenggarakan The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas (IOG 2021) yang akan diselenggarakan secara hybrid dari 29 November sampai 1 Desember 2021.
Acara ini rencananya akan dibuka oleh Presiden Joko Widodo dan menghadirkan lebih dari 120 narasumber, termasuk Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Erick Thohir.
Kegiatan ini terbuka untuk publik luas secara virtual melalui https://www.iogconvention.com
Butuh Investasi Tak Sedikit
Pengamat Migas Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto, menuturkan guna mencapai patokan produksi migas pada 2030 memerlukan investasi tidak sedikit. Kebutuhan investasi yang besar itu untuk memperoleh temuan cadangan migas yang baru.
Kemudian setidaknya perlu tambahan 2 sampai 4 penemuan dan operasi lapangan migas baru yang sekelas Blok Cepu saat ini yang mampu memproduksi minyak rata-rata mencapai 200an ribu BPH.
“Kenapa bisa perlu 2-4 ? Karena lapangan existing ke depan pasti akan menurun produksinya. Jadi, berapa jumlah investasi yang diperlukan, kurang lebihnya ya investasi dari mulai untuk eksplorasi untuk menemukan lapangan tersebut dan kemudian memproduksikannya,” ujar dia.
Selain itu, Pri Agung juga menilai menemukan lapangan disini bisa juga bisa diartikan sebagai menemukan tambahan proven reserves yang bisa diproduksikan melalui upaya penerapan advance technologi seperti halnya EOR.
“Jadi EOR untuk meningkatkan recovery factor dari lapangan eksisting,” ungkap Pri Agung.
Peningkatan recovery factor melalui penemuan cadangan baru di lapangan eksisting memang terus digenjot Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Berdasarkan data realisasi kuartal III hulu migas yang disampaikan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), Reserve Replacement Ratio (RRR) atau penambahan cadangan mencapai 564 juta setara minyak (Barrel Oil Equivalent/BOE) atau 90,33 persen dari target yang ditetapkan mencapai 625 juta BOE.
Menutur Pri Agung inisiatif memang penting dan jadi salah satu faktor penentu manajemen suatu perusahaan untuk berinvestasi dalam rangka meningkatkan produksi migas. Pemerintah memiliki peran kunci untuk bisa menimbulkan inisiatif atau keinginan investasi.
“Ada unsur willingness to invest, including to take the risk itu yang menentukan (untuk capai target). Willingness, kesediaan, mau atau tidak, dan siapa itu (investor),” kata Pri Agung.
Advertisement