Liputan6.com, Bangkalan - Makam ulama KH Mohammad Kholil tampak berbeda dari biasanya. Di pasarean yang berada di Desa Martajesah, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, itu selama tiga hari, 24-26 November 2021, digelar pameran manuskrip ulama bergelar Syaichona Kholil tersebut.
Baca Juga
Advertisement
Syaikhona yang bermakna guru kami, disematkan pada Kiai Kholil karena banyak muridnya menjadi ulama besar kemudian hari. KH Hasyim Asy'ari, pendiri organisasi Nahdlatul Ulama, salah satu muridnya yang paling masyhur.
Pameran yang digelar di halaman masjid Syaikhona Kholil ini dibagi dalam dua tema besar yaitu sejarah dan turots. Ruang pameran dibagi tiga ruangan berbentuk huruf U.
Ruangan pertama berisi cerita para guru Kiai Kholil, sejak periode belajar di Madura dan Jawa hingga periode belajar di Kota Makkah.
Di ruang kedua menceritakan siapa saja murid-murid Kiai Kholil yang kemudian menjadi ulama besar dan tersebar di Pulau Madura hingga seantero pulau Jawa.
Di Ruangan ketiga khusus turots yaitu menampilkan kitab-kitab yang pernah ditulis tangan oleh Kiai Kholil semasa hidupnya. Total ada 32 kitab yang ditampilkan dalam etalase kaca. Dua sorban milik Kiai Kholil juga turut dipamerkan.
"Ada juga kitab karya kakek beliau dan ulama-ulama lain yang sezaman dengan syaikhona," tutur Ka'ab, seorang penjaga pameran.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bersusah-payah Dalam Belajar
Siang itu, Kamis, 25 November 2021, ruang pameran penuh sesak namun suasana hening. Pengunjung seolah larut membaca pigura yang berisi nukilan-nukilan riwayat hidup Syaikhona Kholil.
Rahman, seorang pengunjung, mengatakan banyak cerita tentang Kiai Kholil yang baru dia tahu setelah mengunjungi pameran ini. Misalnya, ada seorang murid Syaikhona Kholil berasal dari Desa Parseh, Kecamatan Socah dan kemudian mendirikan pesantren di sana.
Bagi Rahman, cerita ini mengejutkannya karena selama ini yang teringat olehnya tiap kali mendengar nama Parseh adalah narkoba.
"Ternyata ada ulama di sana dan murid langsung Kiai Kholil," Tutur dia.
Di luar cerita-cerita baru itu, Rahman mengatakan hikmah yang dia petik usai mengunjungi pameran itu adalah bahwa Syaikhona Kholil tidak ujug-ujug menjadi seorang ulama yang alim.
Kiai Kholil juga menempuh proses pendidikan yang berat, berpindah-pindah guru dari Madura hingga ke Mekkah. Dengan segala keterbatasan di zamannya, Kiai Kholil bersusah sungguh dalam belajar.
"Kalau membayangkan bagaimana Kiai Kholil menuntut ilmu, saya merasa tak akan sanggup. Proses untuk menyandang gelar ulama berat sekali," Tutur dia.
Advertisement
Tak Selalu Tentang Karomah
Ketika mendengar nama Syaikhona Kholil, yang pertama terlintas dalam benak kebanyakan orang Madura adalah cerita-cerita kekaromahan Kiai Kholil.
Maka begitu mendengar ada pameran tentang manuskrip peninggalan Kiai Kholil, Muhammad Nur dari rumahnya di Desa Burneh langsung menuju ke tempat pameran berbasah-basah menerobos gerimis.
Bagi kepala sekolah ini, pameran langka ini tak boleh dilewatkan karena benar-benar menampilkan sisi lain dari sosok Syaikhona Kholil. Manuskrip-manuskrip kuno itu, menunjukkan sisi keilmuan Kiai Kholil Bangkalan, sisi yang selama ini tak banyak diketahui atau dibicarakan orang.
"Semua ulama besar itu menulis buku, ternyata Kiai Kholil juga menulis buku, sisi ini belum banyak orang tahu," Kata dia.
Melihat buku tamu pameran, banyak pula pengunjung yang datang dari luar Madura. Di pintu keluar ada stand khusus yang menjual kitab-kitab karya Kiai Kholil.
Dari 33 manuskrip kitab Kiai Kholil yang berhasil ditemukan, baru 8 kitab yang berhasil ditulis ulang dan diterbitkan dalam cetakan baru.
Selain pameran, panitia juga menggelar mini seminar yang pesertanya dibatasi 50 orang. Dan narasumbernya adalah para ahli tentang manuskrip peninggalan ulama nusantara.
Satu-satunya kekurangan dari pameran ini adalah "waktunya terlalu cepat, hanya tiga hari," ungkap Muhammad Nur.