KPK Buka Kemungkinan Jerat Eks Menteri Kelautan Edhy Prabowo dengan TPPU

Ali mengatakan, untuk saat ini pihak lembaga antirasuah belum bisa mengembangkan kasus Edhy Prabowo lantaran vonis Edhy belum berkekuatan hukum tetap

oleh Fachrur Rozie diperbarui 26 Nov 2021, 08:58 WIB
Menteri Kelautan dan Perikanan non aktif, Edhy Prabowo usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK Jakarta, Jumat (4/12/2020). Sebelumnya, Edhy ditangkap dan ditahan KPK sebagai tersangka dugaan suap penetapan calon eksportir benih lobster pada Rabu (25/11). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terancam dijerat dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal mendalami dugaan TPPU Edhy Prabowo usai vonisnya berkekuatan hukum tetap alias inkrach.

"Kalau kemudian sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, setelah inkrah, tentu kami pelajari pertimbangan dari putusan hakim pengadilan tinggi, fakta-faktanya apakah sama dari fakta-fakta dari di pengadilan negeri, atau kah ada fakta-fakta baru atau kah ada kemungkinan yang bisa dikembangkan lebih lanjut ke pasal-pasal lain atau pun penerapan undang-undang lain seperti tindak pidana pencucian uang," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (26/11/2021).

Ali mengatakan, untuk saat ini pihak lembaga antirasuah belum bisa mengembangkan kasus Edhy Prabowo lantaran vonis Edhy belum berkekuatan hukum tetap. Ali menyatakan KPK tengah menunggu keputusan Edhy Prabowo apakah akan menerima vonis bandingnya atau kasasi.

"Saat ini tentu kami masih menunggu bagaimana sikap dari para terdakwa tentunya, karena yang mengajukan upaya hukum banding kan terdakwa sendiri," kata Ali.

Diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan banding yang diajukan tim kuasa hukum mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. PT DKI memperberat vonis Edhy dari 5 tahun menjadi 9 tahun penjara.

"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa (Edhy) dengan pidana penjara selama 9 tahun dan denda sebesar Rp 400 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," demikian bunyi amar putusan dikutip dari Direktori Putisan Nomor 30/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI, Kamis (11/11/2021).

 


Bayarkan Uang Pengganti

Terdakwa suap izin ekspor benih lobster tahun 2020, Edhy Prabowo usai menjalani sidang pembacaan putusan hakim pengadilan Tipikor melalui daring di Gedung KPK Jakarta, Kamis (15/7/2021). Mantan Menteri KP, Edhy Prabowo dihukum lima tahun penjara, denda Rp 400 juta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Hakim PT DKI juga mewajibkan Edhy membayar uang pengganti sejumlah Rp 9.687.447.219 dan USD 77 ribu dengan memperhitungkan uang yang telah dikembalikan oleh Edhy Prabowo.

Uang itu harus dibayar Edhy dalam jangka waktu satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika tidak dibayar, maka harta bendanya akan disita dan dilelang oleh jaksa unuk menutupi kekurangan uang pengganti.

Jika harta bendanya tak cukup, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.

Selain itu, hakim PT DKI juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun sejak Edhy selesai menjalani pidana pokok.

Vonis PT DKI lebih tinggi dari vonis Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap Edhy Prabowo.

Edhy Prabowo divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap terkait izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL) di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya