Pengamat: Putusan MK Soal UU Cipta Kerja Harus Disambut Gembira Walau Terlambat

Meski dipandang baik, putusan MK soal UU Cipta Kerja dinilai sudah terlambat. Sebab, sebagian kebijakan sudah berjalan menggunakan payung hukum tersebut.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 26 Nov 2021, 09:45 WIB
Massa buruh dari berbagai serikat pekerja menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam aksinya massa buruh menuntut dibatalkannya UU No.21 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislatif review dan kenaikan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Sosial Ekonomi Anwar Abbas, mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal UU Cipta Kerja. Diketahui, MK dalam putusannya telah memerintahkan kepada DPR dan Presiden untuk memperbaiki UU tersebut dalam jangka waktu 2 tahun kedepan dan tidak boleh membuat peraturan turunannya.

"Ini tentu sangat patut kita apresiasi dan kita sambut gembira," kata Anwar dalam keterangan diterima, Jumat (26/11/2021).

Meski dipandang baik, putusan MK soal UU Cipta Kerja dinilai sudah terlambat. Sebab, sebagian kebijakan sudah berjalan menggunakan payung hukum tersebut.

"Terus terang sudah sangat terlambat karena pesta sudah berjalan dan menghentikannya saya rasa sudah sulit, karena biasanya ketentuan yang baru tersebut tidak berlaku surut," jelas Wakil Ketua Umum MUI ini.

Meski begitu, sambung Anwar, putusan MK kemarin bisa diberlakukan untuk para investor yang akan datang. Walau demikian, tentu harus tetap disikapi dengan senang karena perintah MK tersebut.

"Bila pihak DPR-Presiden tidak berhasil melakukannya, maka UU yang direvisi atau UU yang sudah ada sebelumnya secara hukum, otomatis dianggap berlaku kembali sehingga ketentuan-ketentuan yang ada dalam UU Cipta Kerja sekarang ini sudah jelas tidak berlaku lagi," tandas Ketua PP Muhammadiyah ini.


Putusan MK

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Meski demikian, MK menilai pembentukan UU tersebut tak berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Karena itu, MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya, Kamis (25/11/2021).

Dalam putusannya, Anwar menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku hingga dilakukan perbaikan dengan tenggat waktu dua tahun. Anwar meminta pemerintah maupun DPR melakukan perbaikan UU Cipta Kerja.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun sesuai dengan ketetapan Majelis Hakim MK UU tersebut tidak diperbaiki, maka menjadi inkonstitusional atau tak berdasar secara permanen.

"Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," tegas Anwar.

Selain itu, MK juga memerintahkan menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas berkaitan dengan UU Ciptaker.

"Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata dia.

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya