Jaringan Jamaah Islamiyah Biayai Sasana dan Bengkel untuk Rakit Senjata

Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengungkap bahwa kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) memberikan dana bagi sebuah bengkel. Rupanya bengkel tersebut digunakan untuk merakit senjata.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Nov 2021, 12:28 WIB
Polisi bersenjata lengkap mengawal sejumlah terduga teroris untuk dihadirkan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (17/5/2019). Sepanjang bulan Mei 2019, tim Densus 88 Antiteror telah menangkap sebanyak 29 terduga teroris jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror mengungkap bahwa kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) memberikan dana bagi sebuah bengkel. Rupanya bengkel tersebut digunakan untuk merakit senjata.

"Lebih jelas misalnya seperti mengalirnya dana itu ke sebuah bengkel. Sebuah bengkel atau kaya semacam workshop," kata Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, dikutip Jumat (26/11/2021).

Dari penggeledahan kala itu, kata Aswin, Densus 88 berhasil menemukan senjata rangkitan yang ternyata berasal dari bengkel tersebut.

Setelah mendapatkan barang bukti tersebut, terungkaplah jika bengkel itu sengaja diberi dana oleh JI untuk memproduksi bagian-bagian dari senjata rakitan.

"Bengkel tersebut memang menerima dana yang dipakai untuk membuat duplikat-duplikat, atau rakitan bagian-bagian dari senjata api gitu," terangnya.

Selain untuk bengkel, Densusu 88 juga menemukan adanya aliran dana yang disalurkan kepada perguruan bela diri yang diberi nama Sasana. Dimana perguruan itu dibentuk untuk melatih kader-kader Jamaah Islamiyah agar memiliki kemampuan bertarung.

"Densus juga menemukan ada aliran dana ke sebuah kelompok yang disebut dengan Sasana yang kegiatannya latihan-latihan fisik, beladiri kemudian terungkap ternyata itu adalah bagian atau afiliasi untuk meningkatkan kemampuan mereka untuk membekali kader-kadernya dengan kemampuan untuk melawan petugas," kata Aswin.

Para kader kemudian dilatih langsung oleh para mantan kombantan-kombatan Jamaah Islamiyah (JI) yang telah dikirim ke Afghanistan atau negara-negara konflik lain sehingga memiliki bekal kemampuan bertempur.

Namun, kelompok pelatihan bela diri tersebut sulit dibedakan dengan tempat pelatihan lain yang lazim berada di masyarakat. Hal tersebut yang membuat Densus memerlukan waktu dalam membedah sistem pendanaan keperluan jaringan JI saat ini.

"Bentuknya seperti kelompok bela diri seperti pelatihan-pelatihan seperti itu dengan kelompok pencak silat biasa. Kan susah kita bedakan dengan perguruan-perguruan kayak pencak silat yang ada di masyarakat gitu," jelas dia.

Densus mengklaim bahwa saat ini tengah berfokus untuk mengejar para otak atau dalang dibalik jaringan teroris JI tersebut. Ia mengatakan, penangkapan kini sudah tak menyasar pada pelaku lapangan ataupun kombatan yang melakukan aksi teror secara langsung di tengah masyarakat.

 


Sumber Dana

Detasemen Khusus (Densus) 88 telah memastikan jika pendanaan kelompok teroris Jamaah Islamiyah (JI) berasal dari dalam negeri melalui sejumlah lembaga yang terafiliasi terhadap kelompok tersebut.

"Sehingga mereka harus mencari sumber dana sendiri, dalam konteks kelompok JI yang sekarang ini ada banyak organisasi sebenarnya atau banyak lembaga yang mereka buat untuk melakukan fundraising (penggalangan dana)," kata Kabag Banops Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Kamis (25/11/2021).

Penggalangan dana dari dalam negeri itu harus dilakukan, lantaran sumber dana yang berasal dari eksternal atau luar negeri sudah tidak dimungkinkan. Menyusul keputusan PBB yang telah melarang atau membekukan aset dari jaringan kelompok teroris international Al Qaeda.

"Mungkin dulu itu ya waktu jaman Al Qaeda itu sumber pendanannya itu memang datang dari luar. Tapi setelah itu tutup kena freeze atau dibekukan hasilnya aset-aset nya dengan sanksi PBB yang di keluarkan sehingga akhirnya mereka harus mencari sumber dana sendiri," terangnya.

Adapun lembaga-lemnaga yang sampai saat ini berhasil diungkap yakni, BM ABA (Baitul Maal Abdurrahman Bin Auf) dan Syam Organizer (Syam Amal Abadi) yang dimana menjadi wadah bagi JI untuk mengumpulkan dana, yang bisa mencapai Rp15 miliar.

"Contohnya Syam ini terungkap dalam pemeriksaan, pendapatannya hampir Rp 15 miliar per tahun. Itu baru yang masuk dalam hitungan laporan keuangan," kata Aswin.

Angka tersebut, lanjut Aswin, ada kemungkinan akan lebih besar, karena pihaknya mencurigai jika kantong-kantong organisasi yang terafiliasi dengan JI tak melaporkan keuangannya secara benar.

"Karena kita tahu dengan sistem sel terputus yang mereka buat, dengan menghindari pencatatan-pencatatan atau record yang formal. Jumlah ini bisa lebih fantastis dibandingkan dengan apa yang bisa diungkap lewat laporan," jelasnya.

Keyakinan Awsin itu diperkuat dengan contoh, saat penyidik melakukan penggeledahan di Kantor Syam Organizer atau Syam Amal Abadi. Ditemukan ratusan juta rupiah yang diduga untuk pendanaan kelompok JI.

"Pada waktu penyitaan di kantor pusat di Syam Organizer, itu disita duit cash sebesar Rp 944.858.500," ungkap Aswin.

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya