Liputan6.com, Kutai Kartanegara - Sungai Mahakam adalah sungai terbesar di Provinsi Kalimantan Timur yang bermuara di Selat Makassar dengan panjang sekitar 920 km. Sebagian Hulu Sungai Mahakam berada di daerah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Hulu Sungai Mahakam merupakan kawasan dataran rendah. Dataran rendah juga dapat disebut sebagai dataran aluvial.
Dataran rendah terjadi akibat proses sedimentasi sungai. Dataran rendah Hulu Sungai Mahakam banyak terdapat permukiman.
Baca Juga
Advertisement
Sungai adalah sumber mata pencaharian terbesar bagi warga Hulu Sungai Mahakam. Secara turun temurun, mereka tumbuh dan berkembang dari hasil yang bersumber dari sungai tersebut.
Artinya, sejak dahulu kala warga yang bermukim di sepanjang aliran sungai mahakam memiliki profesi sebagai nelayan. Hasil ikan melimpah, membuat daerah tersebut dijuluki sebagai surga ikan air tawar.
Kondisi ini, membuat banyak warga mempertahankan profesinya sebagai nelayan tangkap maupun nelayan budidaya. Namun adanya perambahan hutan kini menjadi ancaman warga mengingat sumber perkembangbiakan ikan terus terkikis.
“Kami meminta setiap desa untuk mengelola hutan ini secara lokal dengan kearifan lokal yang dimiliki. Artinya harus dipertahankan alaminya,” kata Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, Jumat (19/11/2021) lalu.
Simak juga video pilihan berikut
Merancang Hutan Desa
Sejumlah desa di Kabupaten Kutai Kartanegara mengubah status kawasan hutan menjadi hutan desa. Hutan desa adalah hutan yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan demi kesejahteraan desa.
Hutan desa ini dikelola untuk menyelamatkan ekosistem sumber mata pencaharian warga setempat. Cara ini dianggap jitu untuk memastikan tidak ada hutan yang dirambah.
Salahsatu contohnya adalah Desa Genting Tanah, Kecamatan Kembang Janggut. Desa ini berhasil mengubah status hutan di sekitar desa menjadi hutan desa.
“Kita ajukan tahun 2018 lalu dan tahun 2020 SK Hutan Desa dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan keluar,” kata Anton Suparto (48), warga Desa Genting Tanah saat ditemui di rumahnya akhir Bulan Mei 2021 lalu.
Desa Genting Tanah berdiri di tepi Sungai Belayan, anak Sungai Mahakam. Kawasan ini merupakan dataran rendah yang dahulu kehidupannya sangat bergantung pada ekosistem sungai.
Bersama KPHP Sub DAS Belayan, Dinas Kehutanan Provinsi Kaltim, Hutan Desa kemudian diserahkan pengelolaannya ke desa. Mereka mengatur agar hutan tetap lestari dan menjadi sumber ikan dan penghidupan warga.
Saat ini sudah ada 6 desa yang memiliki hutan desa sesuai SK Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Desa-desa tersebut antara lain Desa Muhuran, Desa Sebelimbingan, Desa Teluk Muda, Desa Tuana Tuha, Desa Genting Tanah, dan Desa Muara Siran.
Beberapa desa lainnya sudah mengajukan kawasannya sebagai hutan desa dan tinggal menunggu penetapan. Beberapa desa sudah mulai meamnfaatkan hutan desanya sebagai kawasan wisata yang menawarkan wisata pengalaman menjelajah hutan.
Advertisement
Sebagian Warga Berprofesi Ganda
Dengan diubahnya status kawasan hutan menjadi hutan desa, sebagaian warga beralih profesi sebagai pekebun. Namun aktivitas sebagai nelayan tidak mereka tinggalkan.
Hal ini karena masa panen di kebun membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga membuat warga tetap mencari ikan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sambil merawat dan menunggu hasil panen di kebun, mereka memanfaatkan kekayaan ikan sungai air tawar yang melimpah.
Profesi ganda yang mereka miliki ini, tentu akan membuat warga sejahtera. Pendapatan yang mereka miliki semakin bertambah dan kebutuhan mereka pun dapat tercukupi.
Pengelolaan hutan menjadi hutan desa di daerah tersebut, tidak memberatkan warga. Hal ini justru membuat warga merasa senang karena merasa bahwa ini adalah solusi terbaik bagi mereka.
“Untuk itu kami kemudian mengajukan untuk mengubah status hutan tersebut agar sumber penghidupan warga tetap terjaga dengan baik,” sebut Anton.
Anton kini ditunjuk sebagai Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD). Bersama beberapa rekan lainnya, Anton rutin melakukan patroli di sekitar hutan untuk memastikan tidak ada hutan yang dirambah atau dirusak.
Menjaga Hutan Rawa Gambut
Hutan Desa di Desa Genting Tanah ini Bernama Hutan Luah Tanjung. Pemberian nama sesuai dengan nama sungai kecil yang menjadi akses utama menuju hutan desa.
Untuk menuju hutan desa, kita harus menggunakan perahu menyusuri Sungai Belayan sekira 15 menit. Perjalanan dilanjutkan dengan menyusuri Sungai Luah Tanjung sekira 30 menit.
“Hutan kami ini adalah hutan rawa gambut. Kedalaman gambut bisa sampai 7 meter,” papar Anton.
Hutan rawa gambut adalah hutan tropis berdaun lebar di mana tanah yang terendam air mencegah dedaunan dan kayu terdekomposisi sepenuhnya. Hutan rawa gambut memiliki peranan yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan lingkungan, mencegah kebanjiran di musim basah, serta melepaskan kelembaban kembali ke udara selama musim kering.
Artinya, hutan rawa gambut adalah kawasan basah sehingga cukup terjaga dari ancaman kebakaran hutan. Begitu pula saat musim kemarau melanda, kawasan hutan rawa gambut tidak kering.
Saat ini, Anton bersama rekan lainnya yakni pengurus LPHD sedang meneliti daya serap karbon di hutan rawa gambut mereka. Sebab gambut merupakan penyerap karbon paling baik di bumi.
Advertisement
Hutan di Kutai Kartanegara Merupakan Habitat Asli Orangutan
Hutan Desa Genting Tanah merupakan habitat asli Orangutan Kalimantan. Anton bercerita, saat beberapa kali berpatroli, dia sering menemukan orangutan berayun-ayun di pohon.
Orangutan yang Anton temui dapat dipastikan bahwa ini adalah orangutan liar. Orangutan liar tidak akan berani mendekati manusia.
“Ciri orangutan liar itu selalu menghindar jika ada manusia,” sebutnya.
Anton berharap, warga setempat selalu menjaga kelestarian hutan desa dan tidak menyakiti salahsatu hewan yang dilindungi ini.
“Saya berharap kita semua warga di sini tidak mengusiknya,” pungkas Anton.
Selama hutan sehat, rantai makanan akan berjalan dengan baik. Sehingga hewan penghuni hutan salahsatunya orangutan, tidak akan menampakkan diri di pemukiman dan mengganggu manusia.
Hutan untuk Kemakmuran Desa
Perjuangan Anton Suparto dan kawan-kawan selama dua tahun untuk mengubah status kawasan hutan kini berbuah manis. Hal ini berdampak pada kesejahteraan nelayan di desanya yang semakin meningkat.
“Cara terbaik menyejahterakan nelayan di desa ini yakni menjaga dan merawat hutan,” ujar Anton.
“Kita sudah punya rencana untuk memetakan untuk membagi kawasan hutan. Ada untuk kawasan utama, kawasan penyangga, dan kawasan aktivitas warga,” sebutnya.
Anton memastikan, keberadaan hutan harus digunakan sebaik mungkin untuk kesejahteraan warga desa. Di tepi hutan menjadi kawasan aktivitas warga untuk berkebun maupun budidaya perikanan.
“Hutan yang terjaga dengan baik akan menjadi sumber pakan utama ikan. Sehingga nelayan punya hasil tangkap yang terus melimpah,” sebutnya.
Penetapan kawasan perkebunan juga tidak boleh berada terlalu jauh dari tepi sungai. Anton menyebut ada jarak maksimal pembukaan lahan dihitung dari bibir Sungai agar tidak semakin jauh merambah hutan.
“Membuka ladang di pinggir sungai dengan jarak 300 meter dari bibir sungai. Lebih dari itu tidak boleh,” sebutnya.
Bukan tanpa ancaman, hutan desa ini nyaris dirambah oleh perkebunan kelapa sawit. Beruntung warga sigap sehingga upaya itu bisa digagalkan.
Advertisement
Dukung Potensi Desa
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara sangat mendukung langkah yang diambil setiap desa untuk menjaga hutannya. Sebab dengan inisiasi warga sebagai desa, hutan akan terjaga dengan baik.
Wakil Bupati Kutai Kartanegara Rendi Solihin mengapresiasi upaya warga dalam menjaga hutannya. Rendi menyebut hal ini sebagai salah bentuk inovasi warga di daerah yang dipimpinnya.
“Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara terus mendorong desa untuk terus berdaya dan berinovasi atas potensi yang dimiliki masing-masing desa,” kata Rendi.
Pemerintah daerah sendiri juga tentu akan mendukung upaya desa yang mengupayakan pembangunan berbasis lestari. Dengan menjaga hutan, akan menjaga ekosistem di kawasan sungai.
“Pemkab Kutai Kartanegara juga punya komitmen yang sama dengan warganya menerapkan pembangunan berbasis lestari, konservasi, dan keseimbangan alam,” papar Rendi.
Diharapkan dengan pendekatan adat dan kearifan lokal, hutan-hutan di Kutai Kartanegara tetap terjaga dengan baik. Sebab pengawasan dan pemeliharannya langsung dilakukan oleh warga.
Melalui metode pendekatan ini, banyak mitos yang kemudian muncul dan sangat dipegang teguh oleh masyarakat. Mitos-mitos tersebut merupakan cerita, legenda, hingga hikayat yang menjaga hutan dari perambahan dan pengrusakan.