Revisi UU Cipta Kerja Gantung Nasib UU HPP dan Kenaikan UMP 2022

MK menyatakan jika Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 26 Nov 2021, 14:50 WIB
Presiden KSPI Said Iqbal saat berorasi di depan para buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (2/11/2020). Massa buruh dari berbagai serikat pekerja tersebut menggelar demo terkait penolakan pengesahan omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja dan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada pemerintah dan DPR RI memperbaiki Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja). Putusan ini bakal berdampak terhadap sejumlah aturan turunan, seperti Undang-Undang tentang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP) dan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) di 2022.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah lantas mempertanyakan nasib kenaikan UMP tahun depan sebesar 1,09 persen, yang telah dirangkum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.

"Misalnya tentang upah minimum pekerja (UMP). Itu kan dinyatakan enggak berlaku kalau UU Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku. Dasarnya itu (UU Cipta Kerja), terus gimana?" ucapnya kepada Liputan6.com, Jumat (26/11/2021).

"Sekarang pertanyaannya terus kalau itu batal, apa UMP-nya batal semua? Rentetannya jadi kan begitu," ujar Trubus.

Selanjutnya soal UU HPP, yang sempat mendapat tentangan dari berbagai pihak karena memakai metode Omnibus Law karena turut mengacu pada UU Cipta Kerja. Trubus pun geram dengan sikap MK yang untuk pertama kalinya mengabulkan uji formil pada suatu regulasi besar.

"Ini putusan Mahkamah Konstitusi jadi carut marut, karena membenturkan antara masyarakat yang menghendaki perubahan vs pemerintah yang menghendaki ini," keluhnya.

"Kalau memang itu bertentangan dengan UUD 1945, yaudah dibatalkan aja, dan dinyatakan yang berlaku undang-undang sebelumnya," tegas dia.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Pemerintah Diberi Waktu 2 Tahun Perbaiki UU Cipta Kerja

Massa buruh dari berbagai serikat pekerja menggelar aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (9/11/2020). Dalam aksinya massa buruh menuntut dibatalkannya UU No.21 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melalui mekanisme legislatif review dan kenaikan upah minimum 2021. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya mengeluarkan keputusan terkait tuntutan soal UU Cipta Kerja. Salah satunya meminta pemerintah dalam hal ini selaku pembentuk undang-undang untuk memperbaiki beleid tersebut dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan MK.

Kemudian apabila dalam tenggang waktu tersebut para pembentuk undang-undang tidak melakukan perbaikan, Undang-Undang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

"Apabila dalam tenggang waktu 2 tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan (UU Cipta Kerja), undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," ujar Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan melansir laman Antara di Jakarta, Kamis (25/1/2021).

Selain itu, MK juga menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.

Serta tidak dibenarkan pula untuk menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573).

MK menyatakan jika Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

"Bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," jelas Anwar Usman.

Kendati demikian, dia menyatakan bahwa Undang-Undang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan para pembentuk undang-undang, yakni pemerintah dengan DPR melakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan di dalam putusan tersebut.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya