DPR-Pemerintah Gelar Raker Bahas soal UU Cipta Kerja pada 6 Desember 2021

DPR RI akan menggelar rapat kerja dengan pemerintah untuk membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Nov 2021, 19:21 WIB
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) memberikan pandangan akhir pemerintah mengenai UU Omnibus Law Cipta Kerja kepada Ketua DPR Puan Maharani saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta (5/10/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI akan menggelar rapat kerja (Raker) dengan pemerintah untuk membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Rencananya rapat kerja digelar pada 6 Desember 2021.

"Kita akan raker nanti bersama pemerintah tanggal 6 Desember untuk membahas beberapa pokok-pokok, dan mencermati putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," ujar Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/11/2021).

Dia mengatakan, dalam raker tersebut, kemungkinan pemerintah dan DPR akan membentuk tim kerja bersama. Serta akan memastikan aturan turunan UU Cipta Kerja tidak dibuat untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi. MK memberikan tenggat waktu dua tahun untuk perbaikan.

"Kita akan rapat bersama dengan pemerintah di raker itu akan mungkin akan difollow up dengan bentuk tim kerja bersama dan kemudian tidak akan mengambil kebijakan-kebijakan turunan berupa PP (peraturan pemerintah) yang strategis seperti amanat MK, itu yang menjadi konsen kita," jelas politikus Nasdem ini.

 


Jadi Catatan

Willy menilai, putusan uji formil terhadap omnibus law merupakan hal yang wajar. Putusan ini menjadi catatan penting bagi DPR dalam menyusun undang-undang. Penyusunan undang-undang dengan omnibus baru kali ini dilakukan DPR dan pemerintah.

"Tentu akan menjadikan ini catatan. Jadi ini suatu hal yang wajar saja karena ini pengalaman pertama kita dalam membuat UU berupa omnibus law," kata Willy.

"Sebelumnya kan kita satu subjek satu policy, sekarang kan di omnibuslaw kan. Inilah tantangan untuk kemudian bisa melakukan lompatan hukum, jadi memang bukan suatu hal yang gampang," pungkasnya.

 


MK Putuskan Pembentukan UU Cipta Kerja Inkonstitusional

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja atau Omnibus Law.

Meski demikian, MK menilai pembentukan UU tersebut tak berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45). Karena itu, MK memerintahkan agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun.

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam putusannya, Kamis (25/11/2021).

Dalam putusannya, Anwar menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku hingga dilakukan perbaikan dengan tenggat waktu dua tahun. Anwar meminta pemerintah maupun DPR melakukan perbaikan UU Cipta Kerja.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun sesuai dengan ketetapan Majelis Hakim MK UU tersebut tidak diperbaiki, maka menjadi inkonstitusional atau tak berdasar secara permanen.

"Menyatakan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali," tegas Anwar.

Selain itu, MK juga memerintahkan menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas berkaitan dengan UU Ciptaker.

"Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," kata dia.

Dalam pertimbangannya, Hakim Konstitusi Suhartoyo menilai, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak besar yang ditimbulkan MK menyatakan UU 11/2020 inkonstitusional.

"Pilihan Mahkamah untuk menentukan UU 11 Tahun 2020 dinyatakan secara inkonstitusional tersebut, dikarenakan mahkamah harus menyeimbangkan antara syarat pembentukan sebuah undang-undang yang harus dipenuhi sebagai syarat formil, guna mendapatkan undang-undang yang memenuhi unsur kepastian hukum," kata Suhartoyo.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya