Liputan6.com, Jakarta: Indonesia diperkirakan akan kalah bersaing dari negara lain dalam kompetisi Pasar Bebas Negara-negara Asia Tenggara (AFTA) yang akan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2003. Pasalnya, ketimbang negara ASEAN lainnya, struktur industri dalam negeri Indonesia tak efisien. Struktur industri tersebut meliputi faktor ekonomi biaya tinggi serta buruknya infrastruktur fisik dan nonfisik industri di dalam negeri. Demikian dikemukakan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad Wibowo di Jakarta, baru-baru ini. Hal tersebut juga sempat diungkapkan Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, beberapa waktu silam [baca: Dorodjatun: Indonesia Belum Siap Menghadapi Pasar Bebas].
Menurut Dradjad, kunci satu-satunya agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain adalah meningkatkan daya saing melalui efisiensi dan peningkatan mutu produk. Jika tidak, produk Indonesia yang memiliki daya saing tinggi sekalipun, seperti pakaian jadi, boneka, minyak sawit crude palm oil (CPO), industri pulp and paper, dan machine tools akan kalah bersaing.
Meski data statistik ekspor Indonesia lebih besar ketimbang impor, Dradjad memperkirakan, produk impor nantinya akan lebih besar pada 2003. Itulah sebabnya, ia berharap daya saing produk dalam negeri harus segera ditingkatkan. Jika tidak, Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN akan menjadi pasar bagi produk negara lain.
Berbeda dengan Dradjad, pemerintah sejauh ini tetap optimistis produk lokal dapat bersaing dengan negara-negara lain. Menurut Direktur Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan Pos Hutabarat, berdasarkan data Depperindag, produk ekspor Indonesia ke negara ASEAN selalu lebih besar dari yang diimpor. Apalagi, posisi perdagangan dengan negara-negara ASEAN tak pernah melebihi angka 20 persen dari nilai perdagangan Indonesia terhadap dunia. Dia mengimbau pada pelaku ekonomi dalam negeri untuk tak khawatir akan menghadapi serbuan produk impor.
Seperti diketahui, saat diberlakukannya AFTA, negara-negara di kawasan ASEAN akan bebas memperdagangkan ribuan jenis produk dengan bea masuk yang rendah. Bahkan, diperkirakan sebanyak 7.217 jenis produk yang berasal dari negara-negara ASEAN akan bebas membanjiri wilayah Indonesia. Nantinya, barang-barang tersebut hanya akan dikenai tarif bea masuk antara nol hingga lima persen. Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya yang dikenai bea masuk antara 20 hingga 100 persen lebih.
Produk-produk yang akan diperdagangkan meliputi produk pertanian, makanan, dan minuman, hasil hutan dan perkebunan, tekstil, bahan kimia, elektronika, furniture serta produk manufaktur lainnya. Sedangkan beras dan gula disepakati sebagai produk yang sensitif serta masih dilindungi pemerintah dengan menerapkan tarif bea masuk di atas 20 persen hingga Tahun 2010.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)
Menurut Dradjad, kunci satu-satunya agar Indonesia dapat bersaing dengan negara lain adalah meningkatkan daya saing melalui efisiensi dan peningkatan mutu produk. Jika tidak, produk Indonesia yang memiliki daya saing tinggi sekalipun, seperti pakaian jadi, boneka, minyak sawit crude palm oil (CPO), industri pulp and paper, dan machine tools akan kalah bersaing.
Meski data statistik ekspor Indonesia lebih besar ketimbang impor, Dradjad memperkirakan, produk impor nantinya akan lebih besar pada 2003. Itulah sebabnya, ia berharap daya saing produk dalam negeri harus segera ditingkatkan. Jika tidak, Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar di ASEAN akan menjadi pasar bagi produk negara lain.
Berbeda dengan Dradjad, pemerintah sejauh ini tetap optimistis produk lokal dapat bersaing dengan negara-negara lain. Menurut Direktur Jenderal Kerjasama Industri dan Perdagangan Internasional Departemen Perindustrian dan Perdagangan Pos Hutabarat, berdasarkan data Depperindag, produk ekspor Indonesia ke negara ASEAN selalu lebih besar dari yang diimpor. Apalagi, posisi perdagangan dengan negara-negara ASEAN tak pernah melebihi angka 20 persen dari nilai perdagangan Indonesia terhadap dunia. Dia mengimbau pada pelaku ekonomi dalam negeri untuk tak khawatir akan menghadapi serbuan produk impor.
Seperti diketahui, saat diberlakukannya AFTA, negara-negara di kawasan ASEAN akan bebas memperdagangkan ribuan jenis produk dengan bea masuk yang rendah. Bahkan, diperkirakan sebanyak 7.217 jenis produk yang berasal dari negara-negara ASEAN akan bebas membanjiri wilayah Indonesia. Nantinya, barang-barang tersebut hanya akan dikenai tarif bea masuk antara nol hingga lima persen. Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya yang dikenai bea masuk antara 20 hingga 100 persen lebih.
Produk-produk yang akan diperdagangkan meliputi produk pertanian, makanan, dan minuman, hasil hutan dan perkebunan, tekstil, bahan kimia, elektronika, furniture serta produk manufaktur lainnya. Sedangkan beras dan gula disepakati sebagai produk yang sensitif serta masih dilindungi pemerintah dengan menerapkan tarif bea masuk di atas 20 persen hingga Tahun 2010.(ORS/Tim Liputan 6 SCTV)