Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah faktor global dan perkembangan kasus COVID-19 akan membayangi pergerakan ekonomi pada 2022. PT Ashmore Asset Management Indonesia pun melihat sejumlah peristiwa besar yang saat ini akan membayangi indikator makro ekonomi.
Pertama, mutasi virus yang sebabkan COVID019. Pada tahap ini secara global telah melalui beberapa mutasi virus yang sebabkan COVID-19 yang terjadi dalam dua tahun terakhir. Akan tetapi, beberapa hari ini terdengar varian baru dari Afrika Selatan yang sangat bermutasi dan karena itu dikhawatirkan vaksin mungkin tidak efektif.
Advertisement
"Ini mungkin menyebabkan hal yang tidak terduga terkait lockdown terutama dalam sepekan terakhir kami mulai melihat berita positif tentang pembukaan kembali pembatasan,” tulis Ashmore ditulis Minggu, (28/11/2021).
Dua, inflasi yang tinggi secara struktural. Ketua the Fed Jerome Powell telah berkomentar tentang bagaimana inflasi di atas harapan.Sejumlah anggota dewan the Fed adopsi lebih banyak nada hawkish pekan lalu dengan wakil ketua Richard Clarida mengatakan ekonomi Amerika Serikat (AS) sedang dalam “posisi yang sangat kuat” dan mungkin tepat untuk berdiskusi tentang meningkatkan tapering.
“Pada waktu yang sama tampaknya harga energi cenderung tinggi karena pasokan OPEC akan ketat memasuki 2022,” tulis Ashmore.
Ketiga, percepatan pemulihan ekonomi. "Kami kemungkinan akan melihat inflasi yang tinggi didorong oleh pertumbuhan riil,” tulis Ashmore.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Apa Artinya bagi Indonesia?
Lalu apa artinya bagi Indonesia?
Ashmore melihat Indonesia jauh lebih siap terhadap tekanan eksternal pada tahun-tahun mendatang. Tingkat vaksinasi di Indonesia terus meningkat dan jumlah kasus rendah. Sementara itu, pemerintah bersiap mengurangi mobilitas sebelum libur akhir tahun.
Pada saat yang sama, data makro ekonomi Indonesia sangat mendukung dengan neraca perdagangan mengalami surplus karena harga komoditas tetap tinggi.
"Ini mungkin akan mendukung neraca negara pada 2022 yang memungkinkan Bank Indonesia tidak tergesa-gesa dalam menyesuaikan kebijakan fiskal,” tulis Ashmore.
Advertisement