Liputan6.com, Kampala - Kasus utang Uganda dari Tiongkok membuat "jebakan utang China" kembali jadi sorotan. Investigasi media Uganda mengungkap bahwa kontrol Bandara Internasional Entebbe terancam jatuh ke tangan Beijing.
Masalah berasal dari pinjaman pihak Uganda kepada Export-Import (Exim) Bank of China pada 2015. Utang sebesar US$ 200 juta itu dipinjam untuk ekspansi Bandara Entebbe.
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan investigasi Daily Monitor, Selasa (30/11/2021), ada 13 bagian di perjanjian utang itu yang dinilai merugikan kedaulatan Uganda. Tetapi, Uganda kesulitan untuk mengubah bagian-bagian tersebut.
Salah satu isi perjanjian adalah agar ada rekening escrow (rekening bersama). Otoritas penerbangan Uganda Civil Aviation Authority (UCAA) harus menyetor keuntungan ke rekening itu.
Masalahnya, dana yang masuk hanya bisa dikendalikan oleh China. Alhasil, UCAA harus meminta restu China jika ingin memakai anggaran. Ada pula bagian yang menyebut agar rencana strategis di bandara itu harus disetujui Bank Exim.
Mantan Dirjen UCAA, Prof. David Kakuba, juga sudah bersuara terkait hal tersebut. "Ini bisa membuat UCAA gagal untuk memenuhi mandatnya, dan merugikan kendali efektif Negara terhadap UCAA," ujar Kakuba, seperti dikutip The Citizen.
Uganda telah berusaha melobi-lobi bank Exim agar ada revisi perjanjian, akan tetapi pihak bank menolak karena khawatir ini menjadi preseden yang buruk.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bantahan Pemerintah Uganda
Merespons laporan tersebut, pejabat di Uganda menolak bahwa kendali bandara mereka bisa jatuh ke tangan China. Dilansir VOA News, pihak UCAA berkata akan berhasil membayar utang.
"Tidaklah benar bahwa Uganda akan kehilangan Bandara Internasional Entebbe dalam cara apapun," ucap Vianney Luggya, jubir UCAA.
"Ini bukan pertama kalinya tudingan ini muncul. Uganda tidak akan gagal membayar obligasi pinjaman. Kita masih berada di grace period selama tujuh tahun, dan selama periode itu, kita telah membayar bunganya," ia menambahkan.
Grace period itu berakhir pada 2022.
VOA News menyebut Kedubes China berkata negosiasi terjadi tanpa paksaan. China juga mengaku tidak ada hal-hal tersembuyi dari isi perjanjian tersebut.
Advertisement