Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Indonesia dan pemerintah Jerman bekerja sama mengembangkan energi terbarukan guna mewujudkan komitmen penurunan emisi karbon yang tertuang dalam Perjanjian Paris, serta mengejar target bauran energi nasional sebesar 23 persen pada tahun 2025.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, Indonesia harus memaksimalkan potensi lokal untuk memastikan pengembangan EBT sejalan dengan kondisi ekonomi Indonesia dan tantangan kedepan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki tantangan dalam menyediakan listrik di seluruh wilayah Indonesia.
Advertisement
Desentralisasi pembangkit listrik EBT menjadi sangat penting untuk menciptakan kemandirian energi dan berkontribusi positif terhadap capaian EBT.
”Terkait hal ini, Kementerian ESDM telah mengembangkan beberapa program, yaitu implementasi PLTS Atap, pengembangan Green Industry, implementasi program De-dieselisasi, dan pemanfaatan PLTS untuk fasilitas cold storage di usaha perikanan," kata Dadan, dalam Indonesian German Renewable Energy Day 2021 – RE Day 2021 di Jakarta, (30/11/2021).
Sementara, Dubes Jerman untuk Indonesia, Ina Lepel mengungkapkan, Jerman secara aktif mendukung Pemerintah Indonesia dalam transisi energi dari fosil ke EBT. Sektor tersebut merupakan area inti kerja sama pembangunan bilateral Jerman-Indonesia
"Kami secara aktif mendukung rencana Pemerintah Indonesia dalam pengembangan dan peningkatan penggunaan energi bersih dan terbarukan baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan,” tutur Lepel.
Kerjasama Indonesia dan Jerman untuk bidang energi terbarukan diselenggarakan oleh perwakilan Lembaga Pelaksana Kerjasama Internasional Jerman, GIZ dan Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi (Ditjen EBTKE).
Country Director GIZ Indonesia, Martin Hansen menyatakan dukungan terhadap visi Indonesia dalam proses dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
“Dukungan diberikan melalui penyediaan bukti, dialog lintas masyarakat dan peningkatan kesadaran guna memfasilitasi proses transisi energi yang adil dan mendorong bahwa kebijakan energi dan pilihan teknologi dibuat dalam keseimbangan antara ekonomi, lingkungan, dan masyarakat," tuturnya.
Perusahaam multi nasional di Indonesia pun ikut berkomitmen menurunkan emisi karbo, dengan menargetkan menggunakan listrik dari pembangkit yang menghasilkan karbon rendah. Bahkan beberapa di antaranya berniat membangun sendiri jaringan listrik dengan menggunakan energi terbarukan.
Perusahaan tersebut di antaranya, PT. Pan Brothers, PT Shell Indonesia, dan PT Suryacipta Swadaya yang telah membacakan komitmennya dalam mendukung penggunaan energi terbarukan serta inisiatif pembangunan rendah karbon lainnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Listrik dari Energi Terbarukan
PT Pan Brothers berkomitmen untuk menggunakan pasokan listrik dari energi terbarukan setidaknya 31 persen dari seluruh kebutuhan listriknya, serta menambah kapasitas tenaga surya di pabrik-pabriknya dari 2,5 MWp menjadi total 5 MWp di tahun 2022.
PT Suryacipta Swadaya menyatakan komitmennya untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Surya atap (PLTSA) pada gedung dan fasilitas, serta meningkatkan kapasitas terpasang dalam kurun waktu tiga tahun ke depan di Subang Smartpolitan.
PT Shell Indonesia mendeklarasikan komitmennya untuk membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) pada stasiun bahan bakar dan pabrik pencampuran minyak pelumas dengan total kapasitas terpasang sebesar 1,535 MWp. Komitmen PT Shell tersebut sejalan dengan strategi Powering Progress untuk mempercepat transisi bisnis menuju bisnis emisi nol karbon pada tahun 2050.
Pada kesempatan yang sama juga dilangsungkan pengumuman kerja sama Indonesia dan Jerman dalam bidang teknologi pendingin rendah karbon (SOCOOL) yang diwakili oleh Drs. Dedy Miharja, M.Si selaku Asisten Deputi Peningkatan Daya Saing, Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim, Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi (Kemenko Marves) dan Lisa Tinschert selaku direktur program energi Indonesia/ASEAN – GIZ.
Advertisement