Kejagung Periksa 5 Saksi Kasus Dugaan Korupsi Askrindo

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan tiga mantan karyawan PT Askrindo Mitra Utama sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 01 Des 2021, 10:56 WIB
Gedung Kejaksaan Agung RI (Kejagung). (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan pemeriksaan terhadap lima saksi dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan PT Askrindo Mitra Utama (AMU) Tahun Anggaran 2016-2020.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang dia dengar sendiri, dia lihat sendiri dan dia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada PT AMU," tutur Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam keterangannya, Rabu (1/12/2021).

Leonard menyebut, pemeriksaan itu dilakukan pada Selasa, 30 November 2021. Kelima saksi dimintai keterangan untuk tersangka WW, FB, dan AFS.

Mereka adalah Sekretaris Perusahaan PT Askrindo, DSA; mantan Pemimpin Wilayah Denpasar PT Askrindo, IGPW; Kepala Divisi Akuntansi PT Askrindo, EJ; mantan Direktur PT Askrindo Mitra Utama, DH; dan mantan Direktur PT Askrindo Mitra Utama, FCVT.

"Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M," kata Leonard.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan tiga mantan karyawan PT AMU sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi.

Pertama berinisial WW selaku mantan Direktur Pemasaran PT Askrindo Mitra Utama (PT AMU). Kedua, berinisial FB selaku Mantan Direktur Kepatuhan dan SDM PT Askrindo. Ketiga AFS selaku Direktur Operasional Ritel PT Askrindo sekaligus Komisaris PT Askrindo Mitra Utama.


Peran Tersangka

Peran daripada para tersangka, pertama WW meminta, menerima, dan memberi bagian share komisi yang tidak sah dari PT AMU. Akibatnya, dalam kurun waktu antara tahun 2016-2020, terdapat pengeluaran komisi agen dari PT Askrindo kepada PT Askrindo Mitra Utama secara tidak sah.

Cara itu dilakukan, dengan mengalihkan produksi langsung PT Askrindo menjadi seolah-olah produksi tidak langsung melalui PT AMU yang kemudian sebagian di antaranya dikeluarkan kembali ke Oknum di PT Askrindo secara tunai.

"Seolah-olah sebagai beban operasional tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif sehingga menimbulkan kerugian keuangan negara," kata Leonard.

Sedangkan tersangka FB, adalah pihak yang mengetahui dan menyetujui pengeluaran beban operasional PT AMU secara tunai tanpa melalui permohonan resmi dari pihak ketiga yang berhak dan tanpa didukung dengan bukti pertanggungjawaban atau dilengkapi dengan bukti pertanggungjawaban fiktif.

"Untuk kemudian membagi dan menyerahkan share komisi yang ditarik secara tunai di PT AMU Pusat kepada 4 orang di PT Askrindo," katanya.


Penyitaan Uang

Dalam perkara ini, penyidik telah mengamankan dan melakukan penyitaan sejumlah uang share komisi sejumlah Rp 611.428.130 dan USD 762.900, serta SGD 32.000.

"Saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)," ujar Leonard.

Para tersangka disangkakan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya