Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan pemutakhiran data, sinkronisasi, dan kerja bersama untuk Satu Data Indonesia. Hal ini agar tidak muncul data palsu yang bisa dimanfaatkan oleh oknum-oknum politik sehingga hasil Pemilu bisa termanipulasi.
"Jangan sampai data-data palsu digunakan untuk pendaftaran partai politik, calon independen atau kepala daerah, sehingga mengantarkan orang-orang yang tidak mewakili pilihan rakyat bisa jadi pemimpin," tegas Moeldoko dikutip dari siaran pers, Rabu (1/12/2021).
Baca Juga
Advertisement
Presiden Joko Widodo atau Jokowi sendiri mengeluarkan kebijakan Satu Data Indonesia (SDI) yang diatur dalam Perpres Nomor 39 tahun 2019. Kebijakan ini diharapkan menjadi kunci dari berbagai permasalahan data di Indonesia.
Mulai dari, sulitnya mendapatkan data termutakhir dan berkualitas akibat tidak adanya koordinasi antar institusi sehingga data yang dihasilkan sering tumpang tindih dan tidak sinkron. Moeldoko mengaku pihaknya kesulitan mendapat data mutakhir
"Kami (KSP) dalam proses debottlenecking sering kesulitan mendapat data mutakhir, sehingga KSP bersama Bappenas dan Kementerian/Lembaga kunci menginisiasi dan merumuskan kebijakan SDI (Satu Data Indonesia) ini," jelas dia.
SDI Menjaga Transparansi
Mantan Panglima TNI itu menyampaikan kebijakan SDI yang dikomandani Menteri PPN/Kepala Bappenas itu menjadi langkah pemerintah untuk melakukan strukturisasi kerangka regulasi dan institusi, serta menyediakan data dalam format terbuka. Dengan begitu, data pemerintah menjadi terpadu dan dapat dibagikan satu sama lain.
"Kebijakan pemerintah harus berbasis data, dan ini sekaligus upaya untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas kerja pemerintah," kata Moeldoko.
Dia ingin pengumpulan dan pemutakhiran data oleh KPU tidak hanya diperuntuhkkan bagi penyelenggaraan Pemilu 2024. Namun, juga untuk program-program pemerintah.
"KSP siap bekerjasama dan mendukung KPU untuk integrasi manajemen data," ujar Moeldoko.
Advertisement