Liputan6.com, Jakarta Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan akan menutup perusahaan negara dengan pendapatan dibawah Rp 50 miliar. Langkah itu diambil guna menghindari persaingan BUMN dengan perusahaan menengah dalam negeri.
Dalam memuluskan rencananya itu, ia meminta dukungan dari berbagai pihak, seperti DPR, BPK, BPKP, hingga Kejaksaan.
Advertisement
“Daripada BUMN jadi pesaing perusahaan menengah, ya kan buat apa? Saya berinisiasi, kalau didukung oleh DPR, BPK, BPKP, Kejaksaan, semua, yang di bawah 50 miliar nggak usah BUMN lah,” kata dia kepada wartawan di gedung Kementerian BUMN, Rabu (1/12/2021).
Lebih baik, kata dia, pada sektor menengah itu diserahkan kepada pengusaha muda hingga pengusaha daerah. Tujuannya untuk menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru.
“Karena apa? di era covid-19 ini yang kaya makin kaya, (yang miskin) makin miskin, yang besar makin besar, yang kecil makin kecil. Jadi apa? ya ini, kalau ada yang kecil-kecil, revenue (di bawah) 50 miliar udah lah (dijual),” kata Menteri BUMN.
Menteri Erick menerangkan, dalam pemangkasan BUMN kecil itu, ia akan menyasar anak-cucu perusahaan pelat merah. Apalagi, jika ditemukan bahwa perusahaan-perusahaan kecil itu hanya membawa pemborosan.
Artinya, itu akan memberikan beban kepada BUMN besar dengan keadaan kinerja perusahaan sehat.
“Kayak pohon tuh benalunya banyak gitu. kan akhirnya pohon besarnya mati. Nah saya melihat juga kalau BUMN itu kecil-kecil buat apa? Akhirnya apa? bersaing dengan swasta, bersaing dengan UMKM, bersaing dengan pengusaha daerah,” tuturnya.
Sedangkan, pembukaan lapangan kerja menurutnya tidak bisa bergantung pada perusahaan negara saja. Harus juga ada peran dari perusahaan swasta apalagi UMKM. “UMKM itu penyerap lapangan kerja terbesar dibandingin industri. dibandingin industri, UMKM itu jauh lebih besar,” imbuhnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Skala Besar
Lebih lanjut, Menteri Erick menyebut lebih baik ‘bermain’ dengan perusahaan dengan skala besar. Misalnya, BRI, PLN, Pegadaian, Telkom, Mind ID, hingga Pertamina. Namun, ia memberikan catatan dalam mendorong wacananya tersebut.
“Gitu, tapi yang gede-gede ini harus jadi penyeimbang dan mengintersepsi supaya terjadi keseimbangan, kita tidak mau market kita dipakai pertumbuhan bangsa lain. Harus jadi pertumbuhan bangsa kita,” kata dia.
Terkait keseimbangan yang dimaksud, Menteri Erick juga menyampaikan hal senada pada acara National Sugar Summit 2021. Pada sambutannya, Erick menyebut keseimbangan juga perlu terjadi di sektor pangan yang melibatkan BUMN.
Erick menyebut, dalam upaya konsolidasi sektor pangan yang ada di BUMN memiliki tantangan yang cukup berat. Bahkan banyak diantaranya yang menolak adanya perubahan tersebut, termasuk yang ada di dalam BUMN.
"Tapi kita sudah sepakat lillahitaala, amanah yang diberikan harus didobrak, yang tak satu visi misi, silakan, mungkin ada era nya. Saya minta tadi bagaimana RNI PTPN harus upgrading dia punya pabrik, harus nambah lahan tebu nya," katanya.
Sementara itu, pada sisi Research and Development (RnD), Erick meminta perusahaan pelat merah melakukan kolaborasi dengan sejumlah universitas. Ia menyontohkan yang memiliki kapasitas seperti Universitas Sumatera Utara dan Institut Pertanian Bogor.
"Jangan juga kita jadi menara gading, RnD nya kita mau bikin sendiri, kasih universitas, kita yang mengkorporasikan saja. Ada kekuatan di universitas, di USU, di IPB ada kekuatan itu. Kita jangan semua diambil gara-gara BUMN, kita harus kolaborasi, kolaborasi juga dengan swasta, petani, dengan segala pihak. Untuk keseimbanhan tadi. Masa kita gak bisa bikin roadmap bersama-sama?," tegasnya.
"(Misalnya) Ketika impor gula sekian besar, 5 tahun lagi bisa gak berkurang? Seperti sekarang mengenai padi, yang sudah tak impor lagi," imbuhnya.
Advertisement