Liputan6.com, Jakarta Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno enggan menanggapi pernyataan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI yang meminta Presiden Jokowi memberhentikan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Pratikno mengatakan pengangkatan dan pergantian menteri merupakan hak prerogatif Presiden.
Advertisement
"Kalau itu kan urusannya presiden mengenai pengangkatan dan seterusnya, pergantian menteri," kata Pratikno kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (1/12/2021).
Sebelumnya, Pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani dicopot. Alasannya, karena dianggap tidak memerhatikan anggaran MPR RI.
Wakil Ketua MPR RI dari perwakilan DPD RI, Fadel Muhammad mengatakan, anggaran untuk MPR RI terus turun. Padahal, pimpinannya bertambah menjadi 10 orang.
"Kami di MPR ini kan pimpinannya 10 orang, dulu cuma 4 orang kemudian 10 orang. Anggaran di MPR ini malah turun, turun terus," ujar Fadel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 30 Desember 2021.
Selain itu, Sri Mulyani juga menjanjikan sosialisasi MPR empat pilar enam kali. Namun kenyataannya hanya empat kali dalam setahun.
Menurut Fadel, MPR telah bicara Presiden Joko Widodo dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. MPR mengadu kepada Jokowi terkait pengurangan anggaran. Pimpinan MPR telah mengundang Sri Mulyani untuk menggelar rapat. Namun, Sri dua kali membatalkan rapat dengan MPR.
Sebab beberapa hal tersebut, pimpinan MPR mengusulkan Sri Mulyani dipecat sebagai menteri keuangan. Sri Mulyani dianggap menteri yang tidak etik dan tidak cakap mengatur kebijakan pemerintahan.
"Maka kami, ini atas nama pimpinan MPR republik Indonesia mengusulkan kepada presiden republik Indonesia untuk memberhentikan saudari Menteri keuangan, karena kami anggap Menteri keuangan tidak etik, tidak cakap dalam mengatur kebijakan pemerintahan kita demi untuk kelanjutan," tutur Fadel.
Penjelasan Sri Mulyani
Sementara itu, Sri Mulyani menjelaskan penolakan undangan yang dimaksud oleh Ketua MPR Bambang Soesatyo adalah undangan rapat dua kali, yaitu tanggal 27 Juli 2021 bersamaan dengan rapat internal Presiden yang harus dihadiri, sehingga diwakili Wakil Menteri Keuangan.
Kemudian, undangan selanjutnya tanggal 28 September 2021, bersamaan dengan rapat Banggar DPR membahas APBN yang mengharuskan Menkeu harus hadir, dengan demikian diputuskan rapat dengan MPR ditunda.
Lebih lanjut, mengenai anggaran MPR. Seperti diketahui tahun 2021 Indonesia menghadapi lonjakan Covid-19 akibat varian Delta. Seluruh anggaran Kementerian/Lembaga harus dilakukan refocusing 4 kali.
"Tujuannya adalah untuk membantu penanganan Covid-19 dikarenakan biaya rawat pasien yang melonjak sangat tinggi (dari Rp 63,51 triliun menjadi Rp 96,86 triliun), akselerasi vaksinasi (Rp 47,6 triliun), dan pelaksanaan PPKM di berbagai daerah," jelas Menkeu.
Sehingga, anggaran juga difokuskan membantu rakyat miskin dengan meningkatkan bansos, membantu subsidi upah para pekerja dan membantu UMKM akibat mereka tidak dapat bekerja dengan penerapan PPKM level 4.
"Anggaran untuk pimpinan dan kegiatan MPR tetap didukung sesuai mekanisme APBN," tandas Sri Mulyani.
Advertisement