3 Penyebab Pengembangan 5 Destinasi Wisata Super Prioritas Tersendat

Ada 3 faktor utama yang menyebabkan penyelesaian isu pengembangan Destinasi Wisata Super Prioritas tidak dapat dilakukan pada 2021.

oleh Arief Rahman H diperbarui 01 Des 2021, 17:47 WIB
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers, Rabu (1/12/2021).

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) membahas percepatan pengembangan lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP). Dalam forum tersebut dibahas sejumlah isu utama yang akan jadi fokus pemerintah untuk menyelesaikan.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan yang memimpin rakornas tersebut menyebut sejumlah bahasan dalam forum. Pertama, terkait progres penyelesaian 101 isu.

“Jadi kami sudah inventarisasi atau list down itu isunya ada 101,” katanya dalam konferensi pers, Rabu (1/12/2021).

Dalam forum tersebut, Menko Luhut menyebut berdasarkan hasil Rakornas tahun lalu, telah disepakati sebanyak 101 isu dengan 14 isu tambahan untuk bisa diselesaikan hingga 2022 sebagai upaya percepatan pengembangan lima DPSP.

Dalam perkembangannya, sebanyak 14 persen isu telah selesai, 54 persen isu sedang berjalan, 20 persen isu masih dalam pembahasan serta 12 isu masih tertahan penyelesaiannya.

Secara umum, ada tiga faktor utama yang menyebabkan penyelesaian isu tersebut tidak dapat dilakukan pada 2021. Diantaranya, lahan yang belum clean and clear, refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19, serta pekerjaan dilakukan secara multiyears.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Isu Kedua dan Ketiga

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers, Rabu (1/12/2021).

Faktor kedua yang dibahas adalah fokus pengembangan pada 2022, yakni penyelesaian isu-isu yang masih dalam pembahasan, tertahan dan melanjutkan tahapan pembangunan yaitu pengelolaan.

Ketiga, percepatan investasi, dan keempat, juga membicarakan terkait penerapan ekonomi biru, ekonomi hijau dan sirkular di lima DPSP, yakni Borobudur di Jawa Tengah, Mandalika di Nusa Tenggara Barat, Likupang di Sulawesi Utara, serta Danau Toba di Sumatera Utara.

“(serta) Tindak lanjut kementerian/lembaga terkait akan koordinasi mempersiapkan skema investasi dan promosi 5 DPSP. Mempersiapkan dasar hukum pengembangan 5 DPSP dan seterusnya,” kata dia.

“Tadi juga misalnya bu Siti dari NTB meminta mereka juga mau mengembangkan energi hijau dengan memanfaatkan geothermal memanfaatkan juga solar panel dan sebagainya, ini sangat menarik untuk dilakukan. Dan untuk Manado saya kira pak Olly juga sudah siapkan banyak fasilitas dan dari turis Tiongkok dan banyak datang ke sana itu berikan satu hal baru,” tuturnya.

 


Danau Toba dan Borobudur

Foto udara yang diambil 4 April 2019 ini menunjukkan Danau Toba dari kawasan Sigapitan, Sumatera Utara. Danau terbesar di Asia Tenggara yang dikelilingi tujuh kabupaten di Sumatera Utara tersebut luasnya hampir dua kali ukuran Negara Singapura. (GOH CHAI HIN / AFP)

Sementara itu, Menko Luhut menuturkan untuk Danau Toba akan dilakukan penghijauan sebagai upaya meningkatkan debit air Danau Toba.

“Dan keramba di sana yang sekitar 15 ribu hektar secara bertahap akan dikurangi, dan sekarang sudah hampir 6 ribu keramba dikurangi dan akan dikurangi selagi berjalan dengan tahun depan,” katanya.

Kemudian, terkait Borobudur di Jawa Tengah terus dilakukan pengembangan untuk menjadikan lokasi tersebut jadi destinasi event internasional.

“Satu lagi yang paling penting kami sudah buat satu platform untuk kita bisa mengevaluasi progres dan akan bantu kami untuk lebih membuat tuntas pekerjaan yang diperintahkan oleh pak Presiden dalam rangka penyelesaian tugas 5 DPSP,” tukasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya