Awas, 3 Jenis Korupsi Ini Paling Sering Jerat Pejabat Negara

Ada 3 jenis korupsi yang sering terjadi dan melibatkan penyelenggara Negara, terutama insan perpajakan diantaranya korupsi dalam bentuk gratifikasi, suap menyuap dan pemerasan.

oleh Tira Santia diperbarui 02 Des 2021, 11:45 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) menyampaikan keterangan terkait pengembangan kasus proyek jalan Bengkalis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Ada enam proyek jalan dengan nilai proyek sebesar Rp 2,5 triliun dan total kerugian negara sebesar Rp 475 miliar. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, terdapat 3 jenis korupsi yang sering terjadi dan melibatkan penyelenggara Negara, terutama insan perpajakan diantaranya korupsi dalam bentuk gratifikasi, suap menyuap dan pemerasan.

“Yang paling banyak terjadi melibatkan penyelenggara negara ada 3 hal, pertama, terkait dengan korupsi dalam bentuk gratifikasi. Kedua, korupsi dalam bentuk suap menyuap. Ketiga sering terjadi dalam bentuk pemerasan,” kata dalam Puncak Peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia, Kamis (2/12/2021).

Menurutnya, ketiga jenis korupsi itu paling rentan terjadi dengan insan perpajakan. Karena mereka memiliki tugas pokok kewenangan yang luar biasa terkait pemeriksaan pelaporan perpajakan, mulai dari telaahan administrasi perpajakan, penilaian, dan membuat keputusan pajak, hingga pengadilan.

“Termasuk peradilan banding di perpajakan itu rentan semua dengan kasus korupsi gratifikasi, suap, dan pemerasan,” ujarnya.

Firli tak memungkiri, memang berbicara korupsi tidak ada habisnya. Hal itu bisa terjadi, lantaran banyak orang yang menganggap korupsi adalah peninggalan budaya. Untuk mencegah korupsi, dia berpendapat tidak ada cara lain yaitu menumbuhkan budaya anti korupsi.

“Karenanya KPK pada tahun 2021, hari anti korupsi sedunia bukan milik KPK, bukan hanya milik penggiat anti korupsi. Tapi hari anti korupsi sendirinya adalah milik kita bersama karena itu tema tahun 2021 terkait hari anti korupsi kita kemas dengan satu tema satu padu membangun budaya anti korupsi,” ujarnya.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Korupsi Jangan Dianggap Budaya

Ilustrasi (Istimewa)

Menurut Firli, persoalan-persoalan korupsi ini tidak selesai kalau masyarakat Indonesia masih menganggap bahwa Korupsi adalah budaya. Berbicara terkait budaya anti korupsi, maka dirinya mengajak segenap insan anak bangsa supaya melibatkan diri dari upaya-upaya untuk membangun budaya anti korupsi.

Dengan cara, pertama, kita harus memahami nilai-nilai budaya anti korupsi, Jangan pernah ada lagi kita menganggap bahwa ada budaya korupsi. Jangan pernah lagi kita berpikir bahwa ini ada rezeki diluar pendapatan sah sesuai undang-undang.

“Jangan ada lagi berpikir untuk mengatakan ini bukan korupsi, karena sesungguhnya konsep korupsi kita Ingatkan Kembali kembali undang-undang nomor 3 tahun 1971 dulu hanya mengenal dua yaitu perbuatan dengan sengaja menguntungkan diri sendiri atau orang lain itu ada ada pasal 2, ada juga karena penyalahgunaan kewenangan pasal 3,” jelasnya.

Namun, dengan perubahan undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang sudah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, maka korupsi bukan hanya dua perbuatan yang merugikan keuangan negara tapi setidaknya ada 7 jenis cabang daripada korupsi dan ada 30 bentuk dan rupa korupsi.

Dia menegaskan, korupsi merupakan kejahatan luar biasa ya kita sepakat, korupsi juga merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang 31 tahun 1999 yang sudah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001.  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya