Liputan6.com, Jakarta - Pernyataan pimpinan MPR yang meminta Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencopot Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani dinilai sebagai sikap yang kekanak-kanakan. Terlebih salah satunya karena terkait masalah anggaran yang dipangkas akibat pandemi Covid-19.
Pandangan itu disampaikan Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus.
"Permintaan MPR agar Presiden mencopot Sri Mulyani nampak berlebihan, jika tak mau disebut kekanak-kanakan. Disebutkan bahwa anggaran untuk MPR terus menurun. Walau benar anggaran berkurang, tetapi hal itu tak lantas menjadi tanggung jawab Menkeu seorang," ujar Lucius saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (2/11/2021).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Lucius, anggaran negara tentunya tidak diputuskan oleh Menteri Keuangan saja. Ada proses pembahasan di DPR bersama dengan Pemerintah dan hal tersebut mesti menjadi pertimbangan MPR saat mempersoalkan anggaran.
"Lagian pengurangan anggaran untuk lembaga selama dua tahun terakhir bukan gaya-gayaan Menkeu. MPR tahu betul bahwa lantaran situasi pandemi, pemerintah membutuhkan anggaran banyak untuk mengatasinya hingga ke dampak-dampak lanjutannya terhadap perekonomian warga," jelas dia.
Lucius menyatakan, pemerintah perlu mencari jalan keluar dalam mengatasi dampak merosotnya perekonomian masyarakat akibat pandemi Covid-19. Sebab itu, ada upaya realokasi dan refocusing yang membuat sebagian anggaran lembaga juga kementerian menjadi dialihkan.
"Dalam konteks itu sulit memahami bahwa MPR masih bisa menuntut anggaran untuk mereka sendiri di tengah tuntutan rakyat untuk bisa terpenuhi kebutuhannya. Bagaimana bisa kepedulian MPR tak menjangkau situasi nyata tersebut tetapi hanya pada urusan kenyamanan dan kenikmatan mereka sendiri," kata Lucius.
Terkait Sri Mulyani yang dinilai tidak menghormati MPR sebab selalu berhalangan hadir saat rapat bersama, Lucius berpendapat, itu merupakan alasan yang berlebihan jika dianggap sebagai pelecehan terhadap lembaga negara.
"Kecuali kalau MPR melihat bahwa Menkeu tak hadir rapat karena mesti ke salon kecantikan, mungkin ini bisa dianggap pelecehan. Tetapi Menkeu kan sudah bilang dia ada agenda penting dengan Presiden dan DPR, sehingga tak bisa hadir ke MPR. Masa untuk memahami alasan itu saja MPR tak bisa sih? Atau MPR merasa kerdil karena dinomorduakan?," ucap Lucius mengakhiri.
Ketua MPR Keluhkan Sikap Sri Mulyani
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo mengungkapkan rasa kecewanya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani. Bamsoet meminta Sri Mulyani menghargai hubungan antar lembaga tinggi negara.
Hal itu dilatarbelakangi sikap Sri Mulyani yang beberapa kali tidak datang memenuhi undangan rapat dari pimpinan MPR RI tanpa adanya alasan yang jelas.
"Padahal, kehadiran Menteri Keuangan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi dengan MPR RI sebagai lembaga perwakilan rakyat yang diisi oleh 575 anggota DPR RI dan 136 anggota DPD RI," katanya dalam keterangannya, Rabu (1/12/2021).
Bahkan, kata Bamsoet, Wakil Ketua MPR RI yang mengkoordinir Badan Penganggaran Fadel Muhammad mengaku sangat sulit berkoordinasi dengan Menkeu.
"Dua hari sebelum diundang rapat, dia selalu membatalkan datang. Ini menunjukkan bahwa Sri Mulyani tidak menghargai MPR sebagai lembaga tinggi negara," ujarnya.
Padahal, lanjut Bamsoet, Badan Anggaran MPR juga mengundang Sri Mulyani rapat untuk membicarakan refocusing anggaran penanggulangan Covid-19.
"MPR RI senantiasa mendukung berbagai kinerja pemerintah dalam menangai pandemi Covid-19 serta pemulihan ekonomi nasional," ucapnya.
Wakil Ketua MPR RI dari perwakilan DPD RI, Fadel Muhammad mengatakan, anggaran untuk MPR RI terus turun. Padahal, pimpinannya bertambah menjadi 10 orang.
"Kami di MPR ini kan pimpinannya 10 orang, dulu cuma 4 orang kemudian 10 orang. Anggaran di MPR ini malah turun, turun terus," ujar Fadel di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 30 Desember 2021.
Selain itu, Sri Mulyani juga menjanjikan sosialisasi MPR empat pilar enam kali. Namun kenyataannya hanya empat kali dalam setahun.
Menurut Fadel, MPR telah bicara Presiden Joko Widodo dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno. MPR mengadu kepada Jokowi terkait pengurangan anggaran. Pimpinan MPR telah mengundang Sri Mulyani untuk menggelar rapat. Namun, Sri dua kali membatalkan rapat dengan MPR.
Sebab beberapa hal tersebut, pimpinan MPR mengusulkan Sri Mulyani dipecat sebagai menteri keuangan. Sri Mulyani dianggap menteri yang tidak etik dan tidak cakap mengatur kebijakan pemerintahan.
"Maka kami, ini atas nama pimpinan MPR republik Indonesia mengusulkan kepada presiden republik Indonesia untuk memberhentikan saudari Menteri keuangan, karena kami anggap Menteri keuangan tidak etik, tidak cakap dalam mengatur kebijakan pemerintahan kita demi untuk kelanjutan," tutur Fadel.
Respons Sri Mulyani
Menjawab tudingan tersebut, lewat akun instagram @smindrawati, Menkeu membeberkan alasan tidak hadir ke MPR.
"Undangan dua kali 27/Juli /2021 bersamaan dengan rapat internal Presiden yang harus dihadiri sehingga kehadiran di MPR diwakilkan Wamen. Tanggal 28/September /2021 bersamaan dengan rapat Banggar DPR membahas APBN 2022 dimana kehadiran Menkeu wajib dan sangat penting. Rapat dengan MPR diputuskan ditunda," kata dia.
Sementara terkait tudingan pemotongan anggaran, Menkeu menjelaskan bahwa tahun 2021 Indonesia menghadapi lonjakan Covid-19 akibat varian Delta sehingga membuat seluruh anggaran harus dilakukan refocusing 4 kali.
"Refocusing 4 kali tujuannya adalah untuk membantu penangan Covid-19 (klaim pasien yang melonjak sangat tinggi, akselerasi vaksinasi, pelaksanaan PPKM di berbagai daerah. Anggaran juga difokuskan membantu rakyat miskin dengan meningkatkan bansos, membantu subsidi upah para pekerja dan membantu UMKM akibat mereka tidak dapat bekerja dengan penerapan PPKM level 4," kata dia.
Selain itu, Menkeu memastikan anggaran untuk pimpinan MPR dan kegiatan tetap didukung sesuai mekanisme APBN.
"Menkeu menghormati fungsi dan tugas semua Lembaga Tinggi Negara yang diatur dan ditetapkan peraturan perundang-undangan," pungkas Menkeu.
Advertisement