Jelang Muktamar ke-34, Keluarga Keturunan Pendiri NU Adakan Pertemuan

Jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU), keluarga keturunan pendiri NU atau Dzurriyah Muassis, mengadakan pertemuan khusus di Rumah Pengasuh Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Des 2021, 20:29 WIB
Jelang Muktamar ke-34, Keluarga Keturunan Pendiri NU Adakan Pertemuan. (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Jelang Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU), keluarga keturunan pendiri NU atau Dzurriyah Muassis, mengadakan pertemuan khusus di Rumah Pengasuh Ponpes Tebuireng, Jombang, Jawa Timur pada Rabu malam 1 Desember 2021.

Pertemuan tersebut dihadiri masing-masing wakil keluarga pendiri NU untuk meredakan ketegangan di internal NU, terutama di kalangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Ketegangan saat ini dianggap bisa menjurus ke perpecahan jika tidak segera diredakan.

Saat ini, dinamika menjelang Muktamar ke-34 NU bergerak sangat dinamis. Munculnya ketegangan tersebut bermula dengan munculnya nama-nama calon Rais Am dan Ketua Tanfidziyah yang mengatasnamakan PWNU.

Kemudian ditambah adanya surat perintah agar pelaksanaan Muktamar NU ke-34 dipercepat, yang ditandatangani langsung Penjabat (Pj.) Rais Am KH. Miftahul Akhyar.

Oleh sebab itu, para keluarga keturunan pendiri atau Dzurriyah Muassis NU sengaja berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang.

Menurut Dzurriyah KH Hasyim Asy'ari, KH Fahmi Amrullah Hadziq selaku tuan rumah, mereka masing-masing datang atas inisiatif sendiri untuk membahas dinamika yang terjadi jelang Muktamar NU.

"Masing-masing datang atas inisiatif sendiri-sendiri, tidak ada yang mengatur, tidak ada yang membiayai karena didasari oleh keprihatinan atas kondisi PBNU akhir-akhir ini," ujar Gus Fahmi, sapaan akrabnya melalui keterangan tertulis, Kamis (2/12/2021).

Atas kondisi carut marut PBNU belakangan ini, seluruhnya melakukan diskusi dan musyawarah hingga diperoleh 3 hal yang disepakati bersama oleh Dzurriyah Muassis NU.

 


Tujuan Keluarkan Imbauan

Pimpinan Syuriyah dan Tanfidziyah dari 27 PWNU seluruh Indonesia, mendatangi Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, Senin (29/11/2021), untuk menegaskan siap menjadi peserta dalam Muktamar ke-34 NU pada 17 Desember 2021 di Lampung. (Ist)

Tiga hal yang disepakati merupakan imbauan dan ajakan bagi seluruh jam’iyyah NU. Pertama untuk mengingatkan bahwa niat para muassis mendirikan jam'iyyah NU adalah untuk membangun ukhuwwah (persaudaraan).

"Maka kita berharap kepada para pengurus, hendaknya menjaga ukhuwah ini. Jangan sampai kemudian apa yang disampaikan oleh Hadratus Syaikh, pesan beliau janganlah perbedaan itu menyebabkan perpecahan. Maka ini harus kita pegang, para pengurus terutama hendaknya memegang dawuh (amanat) ini," papar Gus Fahmi.

Poin kedua, lanjut dia, mengimbau agar hendaknya semua pihak mengedepankan akhlaqul karimah dengan menjaga tradisi tabayyun.

"Tidak mengeluarkan keputusan sendiri-sendiri. Karena bagaimanapun juga pengurus itu bukan personal tetapi kolektif kolegial. Jadi hendaknya keputusan itu diambil secara bersama-sama musyawarah untuk mufakat," terang Gus Fahmi.

Menurut dia, Dzurriyah Muassis NU juga berharap kepada semua pihak, terutama kiai-kiai sepuh untuk menahan diri, tidak melakukan aksi dukung mendukung terhadap salah satu pihak.

"Apa yang dilakukan oleh kyai-kyai ini memberikan dukungan kepada salah satu pihak akan berpotensi menyebabkan perpecahan. Jadi sebaiknya masing-masing bisa menahan diri," pinta Gus Fahmi.

Apabila ingin mendukung, lanjut dia, sebaiknya tidak perlu dipublikasikan dan tidak diumumkan karena berpotensi memecah belah.

Terakhir Gus Fahmi mengajak agar menjaga suasana tetap sejuk, tetap damai, sehingga semua yang dicita-citakan dapat tercapai.

 


Sampaikan Keprihatinan

Rapat PWNU Jawa Timur menghasilkan usulan Muktamar NU digelar tahun ini. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Sementara itu, KH Abdul Wahab Yahya selaku Dzuriyyah Mbah Chasbulloh Tambakberas Jombang, yang juga merupakan Majlis Pengasuh Pondok Pesantren Bahrul Ulum menyampaikan keprihatinannya.

"Sebagai Panglima Asparagus Nusantara, saya menyampaikan keprihatinan yang sedalam-dalamnya terkait proses berjalannya agenda Muktamar. Yang berpotensi perpecahan Nahdliyin akibat polarisasi dukung mendukung yang jauh dari ahlaqul karimah dan jauh dari amanat pendiri Nahdlatul Ulama," kata Gus Wahab.

"Kami berharap kita bersama-sama mengikhtiarkan tercapainya perdamaian dan persatuan kembali dalam keluarga besar Nahdlatul Ulama," sambung dia.

Gus Wahab pun berdoa agar Muktamar ke-34 NU diberikan keberkahan, kelancaran, dan kemaslahatan bagi umat NU pada khususnya dan Indonesia secara umumnya.

Dukungan terhadap tiga poin imbauan Dzurriyah Muassis NU ini juga disampaikan oleh KH Khayatul Makki (Banjarnegara).

Pemimpin Pondok Pesantren Tanbihul Ghofiliin yang akrab dipanggi Gus Khayat ini mendukung penuh hasil keputusan musyawarah Dzurriyah Muassis NU.

"Saya sepakat dan mendukung denagn imbauan dari Dzurriyah Muassis NU. Semoga ini dapat dipatuhi dan dilaksanakan oleh seluruh warga Nahdliyin. Sehingga NU dapat terus bersatu dan suasana jelang Muktamar ke-34 NU menjadi lebih sejuk berlangsung dalam suasana kekeluargaan dan dapat menghasilkan pemimpin terbaik yang kelak bermanfaat bagi kemajuan NU dan Bangsa Indonesia," pungkas Gus Khayat.

 


3 Poin Imbauan

Pejual pernak-pernik berlogo Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama berjualan di Jombang, Jawa Timur, Senin (3/8/2015). Pernak-pernik yang dijual yakni kaos, pin, gantungan kunci, dan berbagai produk kerajinan tangan lainnya. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Berikut tiga poin imbauan Dzurriyah Muassis NU kepada PBNU dan Nahdliyin:

1. Hendaknya semua pihak mengingat, bahwa niat para muassis mendirikan jam'iyyah NU adalah untuk membangun ukhuwwah (persaudaraan). Karena itu kita wajib menjaga persatuan dan menghindari perpecahan.

2. Hendaknya semua pihak mengedepankan akhlaqul karimah dengan menjaga tradisi tabayyun menyangkut keputusan-keputusan penting.

Semua keputusan PBNU bersifat kolektif kolegial (keputusan bersama), dan tidak mengambil keputusan sendiri-sendiri, baik jajaran syuriah maupun tanfidiziyah.

3. Mengharap kepada semua pihak, terutama kiai-kiai sepuh untuk menahan diri, tidak melakukan aksi dukung mendukung yang menimbulkan potensi perpecahan.

Tradisi dukung-mendukung calon bukanlah tradisi ulama-ulama NU, karena jam'iyyah NU bukanlah parpol, sehingga ulama NU jaman dulu menjaga tradisi saling menolak jabatan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya