Penghimpunan Dana di Pasar Modal Sentuh Rp 306 Triliun, Dominan dari Rights Issue

BEI menargetkan 66 instrumen tercatat pada 2021. Di antaranya termasuk saham, obligasi, ETF, EBA, DIRE & DINFRA.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 03 Des 2021, 10:53 WIB
Layar sekuritas menunjukkan data-data saat kompetisi Trading Challenge 2017 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (7/12). Kompetisi Trading Challenge 2017 ini sebagai sarana untuk menciptakan investor pasar modal berkualitas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total penghimpunan dana di pasar modal hingga 2 Desember 2021 mencapai Rp 306,1 triliun. Dari penghimpunan dana di pasar modal itu, terbesar dari rights issue.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna menyebutkan, angka tersebut paling banyak berasal dari aksi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMDHMETD) atau rights issue.

“Sampai dengan 2 Desember 2021, total penggalangan dana yang berhasil dihimpun dari IPO saham, obligasi, sukuk serta right issue sebesar Rp 306,1 triliun. terdiri dari pencatatan saham sebesar Rp 51,6 triliun, pencatatan obligasi dan sukuk sebesar Rp 91,30 triliun serta rights issue sebesar Rp 163,18 triliun,” ujar dia kepada wartawan, Jumat (3/12/2021).

Bursa memperkirakan total penggalangan dana tersebut akan terus meningkat. Hal itu mengingat masih ada daftar antrean perusahaan-perusahaan pada pipeline pencatatan saham, obligasi dan sukuk serta pipeline rights issue.

BEI menargetkan 66 instrumen tercatat pada sepanjang tahun ini. Di antaranya termasuk saham, obligasi, ETF, EBA, DIRE & DINFRA.

Khusus untuk IPO, Bursa saat ini telah mengantongi 30 perusahaan yang di pipeline. Sementara terdapat 43 emiten baru yang telah melantai di Bursa sepanjang tahun ini.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


IPO Startup hingga Partisipasi Investor Ritel

Peserta memantau monitor bursa saham pasar modal di Bursa Efek Jakarta, Selasa (17/11). Hal ini sejalan dengan salah satu inisiatif pemerintah melalui Bursa Efek Indonesia (BEI), yakni menambah jumlah investor pasar modal. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, sejumlah perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi yang akan catatkan saham perdana dinilai menjadi katalis positif untuk pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2022. 

"Yang sudah kita lihat, IHSG terutama dari sektor teknologi itu sudah mengalami kenaikan hampir 5 kali lebih,” ujar Direktur Utama BNI Sekuritas, Agung Prabowo dalam Economic Outlook 2022 - Kebangkitan Sektor Keuangan, Senin, 22 November 2021.

Ia menuturkan, unicorn masih banyak yang melepas saham perdana ke publik. Hal ini jadi katalis meningkatkan valuasi IHSG.

"Pertumbuhan dari IPO tinggi sekali. Itu juga didorong oleh tech unicorn. Banyak sekali yang masih belum go public. Ini merupakan katalis untuk peningkatan valuasi IHSG di 2022,” imbuhnya.

Selain melantainya startup unicorn, faktor lain yang akan mempengaruhi gerak IHSG pada 2022 yakni partisipasi ritel di pasar modal.

Pada 2015,  rata-rata 35 persen, investor ritel berpartisipasi di pasar modal. Tahun lalu, partisipasi investor ritel naik menjadi 48 persen. Sementara pada 2021 sudah hampir 60 persen.

"Peningkatan ini menarik meskipun tahun lalu terjadi outflow lebih dari USD 3 miliar. Tapi tahun ini sebenarnya sudah ada inflow USD 2,7 miliar ke pasar modal Indonesia. Tapi tetap proporsi ritel ada peningkatan hampir 60 persen dari nilai transaksi harian di BEI,” ujar Agung.

"Jadi ini hal-hal yang sangat positif dan jadi katalis. Kita harap ini jadi poin yang sangat positif untuk prospek pasar modal di Indonesia,” ia menambahkan.

 

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya