Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 telah mengubah cara manusia menjalani hidup selama tidak kurang dari 21 bulan terakhir. Dalam daftar panjangnya, kegiatan sukarela pun bukan pengecualian, yang mana mereka berbondong menempati ruang-ruang virtual.
Dengan intisari kegiatan yang umumnya mengandalkan pertemuan tatap muka, bagaimana sebenarnya jadi relawan online selama pandemi? Relawan Yayasan Tunas Bakti Nusantara (YTBN), Meisya Putri, mengaku sudah mulai terbiasa dengan segala sesuatu yang bersifat daring.
Kendati, diakuinya bahwa memutuskan bergabung dengan YTBN juga dilakukan untuk "seru-seruan di daerah binaan." "Lebih pada kurang gereget karena selama lima sampai enam bulan ini bergabung di YTBN, semua dilakukan secara daring," katanya melalui pesan suara pada Liputan6.com, Jumat, 3 Desember 2021.
Baca Juga
Advertisement
Walau secara fisik tidak berada di lokasi, Mei mengaku tetap punya perasaan senang dan lega saat segala sesuatu yang dilakukannya melalui aktivias daring bisa bermanfaat bagi mereka yang membutuhkan.
Dian Paramita, digital organizer 350.org Indonesia, menyebut, selama pandemi, pihaknya justru lebih mudah mengampanyekan isu dan mendapat suara dari kampanye tersebut. "Memang ada plus minus (kegiatan sukarela daring), tapi secara teknis, malah lebih banyak plus," ungkapnya lewat sambungan telepon, Jumat, 3 Desember 2021.
Ia mencontohkan dalam kasus regenerasi komunitas, yang mana Dian menyebut saat ini 350.org Indonesia membantu mengoordinasi 16 komunitas di 13 kota di Indonesia dan tiga kampus dalam negeri yang peduli terhadap krisis iklim. "Open recruitment via Instagram, misalnya, pasang ads yang bisa menyesuaikan banyak kriteria, dari umur, sampai lokasi tinggal," imbuhnya.
Cara ini dinilainya efektif merangkul lebih banyak orang. Yang daftar bisa puluhan orang, Dian mengatakan, dengan angka lebih banyak di awal, diharapkan nantinya relawan yang tetap aktif berkegiatan juga lebih banyak.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Memanfaatkan Ruang Virtual
Dian menyambung, pihaknya juga memanfaatkan ruang virtual untuk menyelenggarakan webinar. "'Kelas Iklim' sudah diselenggarakan sejak tahun lalu setiap minggu. Dalam setiap sesinya, kami mengundang ahli, apakah dosen atau peneliti, dan yang ikut bisa sampai 50 sampai 100 peserta," katanya.
Ia menyebut, tingginya keterlibatan di ruang daring selama pandemi COVID-19, terjadi karena usaha lebih sedikit dalam keikutsertaan. Misalnya, Dian menuturkan, "Kelas Iklim" diadakan secara offline di suatu tempat, itu berarti pesertanya harus berupaya mencapai lokasi.
"Tapi, kalau dalam format webinar, mereka tidak harus mandi dulu, misalnya, untuk menghadiri acara tersebut. Bisa sambil tiduran, tapi dengarkan paparan, bisa sambil melakukan hal lain di rumah. Secara waktu juga bisa lebih efisien karena tidak habis di jalan," katanya.
Sementara Mei menceritakan kegiatan vaksinasi YTBN yang keseluruhannya dikoordinasikan secara daring. "Aku diberi kesempatan untuk jadi national program manager bersama (relawan lain) dr. Aulia Fitri, yang bahkan mengoordinasi kegiatan ini dari Jepang," katanya.
"Mulainya itu dari Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, dari open recruitmen, cek STR (Surat Tanda Registrasi), briefing jadwal, komunikasi dengan Polres Jakarta Barat dan Jakarta Pusat, sampai menghitung insentif kehadiran tenaga kesehatan, semua (dilakukan) secara online. Kami pakai grup WhatsApp untuk memusatkan segala arahan, tapi tidak jarang juga chat personal," urainya.
Vaksinasi di kedua wilayah itu selesai pada 17 Agustus 2021, kata Mei. Pihaknya melanjutkan kegiatan serupa di wilayah Bekasi dan Tangerang Selatan.
Mei berkata, "Belajar dari kegiatan sebelumnya, kami enggak melakukan semua sendiri, enggak bisa kalau hanya dikoordinasi aku dan dr. Aulia, jadi kami merekrut relawan program di Jakarta Barat dan Jakarta Pusat untuk jadi koordinator."
Mensupervisi kegiatan, ia melakukan rapat daring untuk membahas alur pelaksaan, di samping meminta masukan dari para koordinator yang sebelumnya sudah turun langsung ke lapangan. "Ini juga jadi cara bonding, karena dengan situasi sekarang, ketemuannya via Zoom," ucap Mei.
Advertisement
Menjaga Semangat dari Jauh
Cara serupa diterapkan Mei saat program vaksinasi YTBN sampai ke wilayah Papua. "Menurutku, menjembatani di sini lebih pada komunikasi, antara yang mengadakan giat, dalam hal ini Polres, Polda, dan Polri, dengan koordinator lapangan. Masalah yang ada kemarin juga selesai karena dikomunikasikan dengan baik. Ada juga soalnya relawan marah via chat, tapi setelah diajak ngobrol via telepon atau Zoom, mereka melunak sendiri," Mei bercerita.
Dalam menjaga semangat satu sama lain, mengingat tidak bertemu secara fisik, "biasanya aku teleponin satu-satu," kata Mei. "Belajar dari dr. Teguh (Ketua YTBN), relawan perlu ditanya kabar, diajak ngobrol santai dulu, dan itu enggak soal giatnya saja," katanya.
Metode ini juga yang digunakan Dian. Pihaknya menggelar rapat daring seminggu sekali dengan jadwal yang bisa disesuaikan, dan formatnya santai. "Misalnya, virtual meeting satu jam, setengah jamnya bisa dihabiskan buat tanya kabar masing-masing, kadang ini juga dilakukan dengan cara main game," katanya.
Saat ini, salah satu kampanye yang sedang jadi prioritas mereka, yang digerakkan Fosil Free (FF) UGM dan UI, adalah tentang keuangan. "Trennya, bank dunia sudah enggak mau mendanai industri yang membakar fosil, dan mereka sudah agak kewalahan. Batu bara dan perusahaan seperti itu enggak lagi bisa beroperasi," katanya.
"Tapi, di Indonesia, bank BUMN malah mendanai industri batu bara. UGM dan UI adalah salah dua dari 166 kampus yang sistem pembayaran akademiknya menggunakan BNI. Dengan begitu, uang mahasiswa berpotensi digunakan untuk mendanai industri batu bara, yang padahal bisa merusak masa depan anak muda, kan ironi sekali," Dian memaparkan.
Mereka pun akhirnya membentuk petisi yang bisa ditandatangi melalui laman change.org/GaPakeNanti.
Jangan Melewatkan Momen
Sebagai koordinator akar rumput di Indonesia, terutama anak muda, Dian mengatakan bahwa pihaknya akan tetap berfokus pada edukasi cara berkampanye, sekaligus mengorganisasi gerakan. "Ada training menulis, copywriting, public speaking, maupun seni membuat poster, lebih kepada ilmu dan skill dalam berkampanye," ujarnya.
Soal jadi relawan online, Mei mengatakan, mau-tidak mau, harus beradaptasi dengan kondisi sekarang supaya "enggak ketinggalan" dan rugi sendiri. "Pelan-pelan saja, karena setiap orang punya fase adaptasi masing-masing," ia menyebut.
Mei menambahkan, "Jangan sampai situasi ini membuat kita melewatkan hal-hal yang seharusnya bisa kita kerjakan, kita manfaatkan, karena tidak bisa maintain komunikasi dengan baik."
Tetap berdaya di kondisi sekarang, Ketua YTBN, dr. Teguh Dwi Nugroho, Sp.B, merasa berbagai kegiatan mereka mestakung. "Ini kembali soal rasa, karena kebanyakan relawan YTBN punya pekerjaan utama, di kehidupan primer, mereka orang penting, tapi masih tetap mau secara sukarela melakukan banyak hal," katanya melalui sambungan telepon, Jumat, 3 Desember 2021.
Juga diakuinya bahwa keterikatan dalam pertemuan fisik tetap penting. Karena itu, ke depan, ia berharap situasi makin membaik, sehingga kegiatan YTBN akan kembali dilakukan secara langsung.
Advertisement