Liputan6.com, Jakarta Pemerintah berencana menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022. Rencana ini disoroti oleh sejumlah pihak sebagai langkah yang harus dipertimbangkan dengan matang, khususnya terkait besaran tarifnya. Jika tarif cukai hasil tembakau naik terlalu tinggi, banyak pihak yang mengalami kerugian.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno menjelaskan, apabila CHT dinaikkan, petani tembakau, cengkih, serta pekerja akan merasakan dampaknya langsung. Dia berharap, kalaupun ada kenaikan cukai, sebaiknya dipertimbangkan secara realistis.
Advertisement
“Dari APTI, kalau toh ada kenaikan sebaiknya kongruen dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi alias single digit,” kata Soeseno, Sabtu (4/12/2021).
Sementara itu, APTI secara khusus menyoroti terkait segmen sigaret kretek tangan (SKT). Soeseno mengatakan, nasib petani dan pekerja SKT akan terpuruk dengan adanya kenaikan tarif cukai SKT.
Rencana kenaikan tarif cukai SKT dinilai memberatkan petani karena serapan bahan baku SKT cukup besar dari tembakau dan cengkih lokal. Secara terpisah, Akademisi Institut Pertanian Bogor Prima Gandhi mengatakan bahwa dari perspektif konsumen dan produsen, kenaikan tarif CHT sebaiknya jangan terlalu tinggi.
"Menurut saya kenaikan CHT di atas 10 persen tidak tepat,” katanya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jadi Beban Petani
Alasannya, katanya, bagi industri dan tenaga kerja, kenaikan tarif CHT jelas akan membuat beban makin berat, terutama bagi pekerja IHT dan petani tembakau serta cengkih.
Dia mengatakan, komponen besar dalam industri hasil tembakau adalah tenaga kerja, modal, dan bahan baku. Hal-hal ini dapat terdampak apabila tarif CHT pada 2022 dinaikkan.
“Bahan bakunya kan tembakau dan cengkih. Pasti itu yang akan ditekan ketika ada kenaikan tarif cukai tinggi,” katanya.
Advertisement