Liputan6.com, Bandung - Tingkat akses terhadap produk keuangan di Indonesia tergolong cukup tinggi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebut tingkat Inklusi Keuangan di tanah air mencapai 76 persen. Namun untuk tingkat literasi keuangan di Indonesia masih jauh dibawahnya hanya 38 persen.
Artinya, ada perbedaan yang cukup jauh antara orang-orang yang mampu mengakses keuangan dengan orang-orang yang mengerti produk keuangan tersebut.
Advertisement
“Kebanyakan yang sudah (bisa) akses ini orang dewasa, tapi yang mengerti baru sekitar 38 persen, (tingkat) literasi digital lebih rendah lagi karena baru marak pas pandemi, orang bisa jualan lewat merkatplace termasuk Pinjaman Online termasuk Crowdfunding, ini baru-baru ini,” kata Anggota Dewan Komisioner OJK bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Tirta Segara, dalam media gathering, ditulis Minggu (5/12/2021).
Mengacu pada misi OJK tentang melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat, dalam mendorong tingkat inklusi dan literasi keuangan melalui salah satunya langkah-langkah preventif.
Ini diantaranya melakukan edukasi atau literasi keuangan dan edukasi atau literasi digital.
“Kedua adalah penanganan pengaduan, OJK di Undang-Undang diwajibkan melakukan pelayanan, mulai dari kontak center proses untuk mempertemukan konsumen dengan pelaku usaha keuangan, penyelesaiannya ini ada. Kita atur secara internal,” jelas dia.
Kemudian adanya pengawasan Market Conduct yang fokus pada perilaku pasar. Mengenai hal ini banyak aspek yang diawasi OJK, mulai dari iklan produk keuangan hingga kontrak antara penyedia layanan ke konsumen.
“PUJK itu punya iklannya kita awasi, bener gak nih? Kontrak-kontraknya itukan kalau yang pinjaman yang kecil-kecil kan masif, kemudian diperusahaan pembiayaan yang disebut leasing, kontraknya preprinted karena gak terlalu besar,” paparnya.
Jadi kata Tirta, OJK akan mengawasi penawaran yang dilakukan penyedia layanan kepada konsumen. Tujuannya agar konsumen tidak mendapatkan kerugian akibat keterangan yang ada di iklan maupun di kontrak tidak sesuai dengan yang diterima.
Beda Produk Keuangan
Tirta menyampaikan, jika tingkat akses keuangan, setiap tahapan umur memiliki target produk keuangannya masing-masing. Misalnya ada perbedaan antara produk keuangan yang diminati oleh mahasiswa dan angkatan kerja.
“Mahasiswa udah mulai tanya investasi, anak muda sekarang tanya investas di apa aja ya?. Selain emas saham dan lain-lain yang lebih produktif dan manageable. Sementara itu makin kesini orang bekerja pertanyaan beda lagi, karena ada income mainstream, gajian,” terangnya.
Dalam mendukung upaya tersebut, ada sejumlah program kerja yang dikerjakan OJK. Pada bidang digitalisasi edukasi keuangan, OJK meluncurkan minisite dan mediasosial SikapiUangmu, kemudian iklan layanan masyarakat, program edukasi dengan platform online.
Kemudian talkshow Radio Nusantara, edukasi keuangan melalui influencer, dan video animasi Keluarga Sikapi.
Pada penguatan kebijakan edukasi keuangan, adanya survei nasional literasi dan inklusi keuangan, Survei Programme for International Student Assesment (PISA), revisit SNLKI 2017 dan 2021-2025, Materi edukasi dalam RUUP25K, POJK Literasi dan Inklusi keuangan.
“Kita tadi sampaikan bahwa program sesuai kebutuhan dan segmen masyarakat, termasuk kita menerbitkan ada majalah edisi khusus bijak berinvestasi,” kata Tirta.
Advertisement