Liputan6.com, Jakarta - Ketika Anda merasa stres, cemas, atau khawatir, biasanya lebih lega dengan curhat ke teman atau seseorang yang Anda percaya. Dan setelah media sosial naik daun, menulis tentang perasaan Anda di media sosial terkadang terasa lebih mudah daripada membicarakannya secara langsung. Apa sebabnya?
“Jauh lebih aman untuk berbagi rasa sakit Anda di platform, di belakang layar. Dengan semakin banyak orang di media sosial, ini menjadi tempat yang lebih aman untuk berbagi cerita dan informasi pribadi dengan lebih mudah,” kata Gina Moffa, LCSW, psikoterapis, dilansir Very Well Mind.
Selain itu, kemampuan media sosial untuk menjangkau banyak orang memungkinkan seseorang mendapatkan tanggapan yang memvalidasi, pendapat berbeda yang memungkinkan orang tersebut untuk membingkai ulang pemikirannya.
Baca Juga
Advertisement
Curhat di medsos juga seperti audiens uji untuk melihat bagaimana orang bereaksi terhadap cerita Anda sebelum membagikannya dengan orang-orang terdekat.
Berhati-hati Berbagi Pengalaman Traumatis
Meskipun berbagi pengalaman traumatis dapat membantu, jika Anda curhat mengenai trauma Anda tanpa henti untuk menarik perhatian atau simpati, Moffa mengatakan orang mungkin menjadi kebal terhadapnya.
“Kita harus berhati-hati agar kita tidak membagikan informasi pribadi yang mendalam, sambil mencari orang untuk merespons berulang kali dengan tingkat simpati dan perhatian yang sama,” katanya.
Curhat ke teman, keluarga, dan pengikut media sosial dapat terasa membantu. Tapi, terkadang berbagi trauma secara berlebihan dapat membuat orang menjauh.
Menurut Brittany Becker, LMHC, direktur The Dorm, curhat berlebihan tentang trauma Anda itu dapat mendorong orang menjauh dan mendorong mereka untuk menjauhkan diri karena mereka mungkin merasakan hal berikut:
- Tidak nyaman dengan detail mendengarkan cerita tentang trauma
- Tidak yakin bagaimana merespons dengan tepat pengalaman traumatis
- Kebencian dan frustrasi kepada Anda karena tidak menyadari trauma Anda dapat memengaruhi kehidupan mereka.
Advertisement