Badan Geologi: Awan Panas Guguran Ancaman Khas Gunung Semeru

Badan Geologi menjelaskan, letusan Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian berupa penghancuran kubah atau lidah lava, serta pembentukan kubah lava atau lidah lava baru.

oleh Mevi Linawati diperbarui 06 Des 2021, 05:11 WIB
Warga membawa barang miliknya di daerah yang tertutup abu vulkanik setelah letusan gunung Semeru di desa Sumber Wuluh di Lumajang, Jawa Timur, Minggu (5/12/2021). Sementara 41 orang mengalami luka-luka akibat bencana tersebut. (AP Photo/Trisnadi)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan, awan panas guguran adalah ancaman khas dari Gunung Semeru yang terletak di wilayah Malang dan Lumajang, Jawa Timur.

"Awan panas guguran ini merupakan karakteristik ancaman khas dari Gunung Semeru, yakni berupa awan panas yang berasal dari ujung aliran lava pada bagian lereng gunung," kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Eko Budi Lelono dalam konferensi pers yang diikuti secara daring di Jakarta, Minggu (5/12/2021).

Ia menjelaskan, letusan Gunung Semeru umumnya bertipe vulkanian dan strombolian berupa penghancuran kubah atau lidah lava, serta pembentukan kubah lava atau lidah lava baru.

"Penghancuran kubah atau lidah lava ini lantas mengakibatkan pembentukan awan panas guguran di Gunung Semeru," kata dia seperti dikutip dari Antara.

Dia mengemukakan, endapan awan panas guguran terdiri dari material bebatuan yang memiliki suhu berkisar 800 sampai 900 derajat Celcius yang bergerak ke arah lereng tenggara Gunung Semeru.

Jika terjadi hujan, kata dia, endapan awan panas guguran ini dapat menyebabkan banjir lahar dingin pada sepanjang aliran sungai yang berhulu di daerah puncak.


Potensi ancaman lainnya

Seorang pria memeriksa truk yang tertimbun abu vulkanik pascaerupsi Gunung Semeru di Lumajang, Jawa Timur, 5 Desember 2021. Tiga jenazah ditemukan di dalam truk pasir yang terjebak erupsi Gunung Semeru. (AP Photo/Trisnadi)

Potensi ancaman bahaya lainnya dari erupsi Gunung Semeru, kata dia, berupa lontaran batuan pijar di sekitar puncak, sedangkan material lontaran berukuran abu dapat tersebar lebih jauh tergantung arah dan kecepatan angin.

Berdasarkan pemantauan Badan Geologi, aktivitas vulkanik Gunung Semeru pada 1 dan 4 Desember 2021 merupakan aktivitas permukaan (erupsi sekunder) dan hasil analisis data kegempaan tidak menunjukkan adanya kenaikan jumlah dan jenis gempa yang berasosiasi dengan suplai magma atau batuan segar ke permukaan.

Pada 1 Desember 2021 terjadi awan panas guguran dengan jarak luncur 1.700 meter dari puncak atau 700 meter dari ujung aliran lava dengan arah luncuran ke tenggara.

Setelah kejadian awan panas guguran terjadi guguran lava dengan jarak dan arah luncur tidak teramati.

Pada 4 Desember 2021 mulai pukul 13.30 WIB terekam getaran banjir, kemudian pada pukul 14.50 WIB teramati awan panas guguran dengan jarak luncur empat kilometer dari puncak atau dua kilometer dari ujung aliran lava ke arah tenggara (Besuk Kobokan).

"Kami akan terus memperbarui data kondisi terakhir pemantauan Gunung Semeru dengan tujuan agar masyarakat dapat memperoleh informasi akurat," demikian Eko Budi Lelono.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya