Liputan6.com, Brussel - Polisi Belgia menembakkan meriam air pada Minggu 5 Desember waktu setempat. Polisi membubarkan pengunjuk rasa yang menentang vaksinasi COVID-19 dan aturan kesehatan lainnya terkait pandemi virus corona.
Sekitar 8.000 orang berbaris melalui Brussel menuju markas besar Uni Eropa, meneriakkan "Kebebasan!" dan menyalakan kembang api.
Advertisement
Dilansir Al Jazeera, Senin (6/12/2021), para pengunjuk rasa dihalangi untuk mencapai bundaran di luar markas besar Uni Eropa oleh barikade kawat berduri dan barisan petugas anti-huru hara.
Saat dua drone dan helikopter berputar di udara, mereka melemparkan kembang api dan kaleng bir. Polisi membalas dengan meriam air dan gas air mata.
Ketika kerumunan itu bubar menjadi kelompok-kelompok kecil di sekitar kawasan Eropa, terjadi lebih banyak bentrokan dan beberapa membakar barikade sampah.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Demonstrasi di Wilayah Eropa
Beberapa negara Eropa telah menyaksikan demonstrasi dalam beberapa pekan terakhir ketika pemerintah menanggapi lonjakan kasus COVID-19 dengan pembatasan yang lebih ketat.
Penyelenggara protes berharap untuk menyamai demonstrasi 21 November, di mana polisi tampak lengah ketika demonstrasi berubah menjadi kekerasan. Para pengunjuk rasa menentang langkah-langkah kesehatan wajib, seperti masker, lockdown dan izin vaksin, serta beberapa berbagi teori konspirasi.
Spanduk yang dibentangkan dalam aksi demonstrasi membandingkan stigmatisasi yang tidak divaksinasi dengan perlakuan terhadap orang Yahudi yang dipaksa memakai bintang kuning di Nazi Jerman.
"Covid = Genosida Terorganisir," kata salah satu tanda.
"Kode QR adalah Swastika," kata yang lain, merujuk pada sertifikat digital aman COVID UE.
"Saya tidak tahan diskriminasi dalam bentuk apa pun, dan sekarang ada izin vaksin yang diskriminatif, sanksi untuk pengasuh [yang tidak divaksinasi] yang diskriminatif juga, ada vaksinasi wajib yang sedang menuju ke arah kami," ujar salah satu pengunjuk rasa yang merupakan guru seni bela diri, Alain Sienaort.
Advertisement