Liputan6.com, Jakarta Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pahala Nainggolan menyebut kesadaran penyelenggara negara dalam menolak dan melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi masih sangat rendah.
Hal ini disampaikannya dalam webinar yang berjudul 'Pengendalian Gratifikasi' pada Senin 6 Desember 2021.
Baca Juga
Advertisement
"Bapak ibu sekalian, sepanjang KPK berdiri, kita merasa kesadaran untuk menolak dan melaporkan, kalau menerima itu masih sangat rendah," ujar Pahala.
Dia menyebut, KPK menargetkan laporan penerimaan gratifikasi yang terima penyelenggara negara sebesar 60%. Namun kenyataannya, menurut Pahala, tidak sampai 40% pihaknya menerima laporan penerimaan gratifikasi.
"Oleh karena itu target kita tahun ini kita laporkan 60% saja, tapi kebayang bahwa 40% dari 794 (lembaga) ini tidak pernah ada yg melaporkan penerimaan gratifikasi ke KPK sepanjang KPK berdiri. Jadi bisa lihat berapa rendahnya kesadaran itu," kata Pahala.
Terima Laporan Dugaan Gratifikasi
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut pihaknya menerima laporan dugaan penerimaan gratifikasi sebanyak 7.709 laporan. Menurut Ghufron, laporan sebanyak itu diterima KPK sejak Januari 2015 hingga September 2021.
"Ini yang perlu kami sampaikan statistik laporan gratifikasi yang masuk itu ada 7.709, yang kemudian kami tetapkan menjadi milik negara itu 6.310. Sementara nilainya kalau di uangkan ada Rp171 miliar," ujar Ghufron dalam webinar, Selasa (30/11/2021).
Ghufron menduga, meski sudah banyak yang melaporkan dugaan penerimaan gratifikasi tak bisa dijadikan dasar penyelenggara negara di Indonesia bersih dari korupsi. Pasalnya, Ghufron menduga ada banyak dugaan gratifikasi yang tak dilaporkan kepada KPK.
"Gratifikasinya sudah banyak dilaporkan, tetapi yang dilaporkan yang kecil-kecil. Ternyata yang besar tidak dilaporkan. Ini menjadi fenomena," kata Ghufron.
Ghufron berharap ada kesadaran dari setiap penyelenggara negara untuk melaporkan gratifikasi ke KPK. Menurut Ghufron, pemberian gratifikasi bisa meruntukan objektifitas dan keadilan penyelenggara negara.
"Agar penyelenggara negara itu objektif kepada siapapun, tidak berbasis pada pemberiannya, sehingga diharapkan tidak ada deal-deal untuk melaksanakan atau melanggar kewajiban ataupun melakukan sesuatu yang ataupun tidak melanggar kewajibannya," kata Ghufron.
Advertisement