Liputan6.com, Jakarta - Kepala Divisi Hukum SKK Migas, Didik Sasono Setyadi menyatakan bahwa revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi dinilai dapat membantu memenuhi target lifting 1 juta barel per hari. Tentunya hal tersebut tidak mungkin dapat terealisasi jika pihaknya bekerja sendiri.
"Untuk bisa mencapai target yang sedemikian tentu saja butuh dukungan-dukungan. Apa itu dukungan? Yaitu bagaimana perizinan-perizinan kita itu dipermudah, bagaimana fiskal term kita juga lebih menarik dan kebetulan yang terkait dengan perizinan, yang terkait dengan fiskal term atau itung-itungan bagi hasilnya, itu yang menentukan bukan SKK Migas sendiri," tutur Didik dalam keterangannya, Selasa (7/12/2021).
Baca Juga
Advertisement
Menurut Didik, kebutuhan migas dalam negeri ke depannya akan semakin besar. Jika SKK Migas hanya mengikuti produksi tanpa melakukan upaya lainnya, maka akan kesulitan mengisi kebutuhan bauran energi dari migas pada 2030 atau 2050 mendatang.
"Artinya impor kita akan semakin besar. Oleh karena itu maka ketika menetapkan target 1 juta barel per hari, ya apakah target itu terlalu tinggi, target itu kadang dicibir tidak realistis, saya kira memang kebutuhan kita juga memang tidak realistis kok. Kebutuhan kita ke depan itu memang seperti itu, dan itulah yang mengharuskan kita untuk berani mencapai target yang sedemikian," jelas dia.
Didik berharap upaya mencapai kebutuhan 1 juta barel tersebut dapat didukung oleh kementerian dan lembaga terkait lainnya.
"Nah inilah maka harapannya nanti supaya hal ini bisa dituangkan dalam UU Migas yang baru, supaya target kita bisa terpenuhi," Didik menandaskan.
Upayakan Ketahanan Energi
Sebelumnya, kolaborasi disebut menjadi faktor kunci guna mengejar target produksi minyak satu juta barel per hari dan gas 12.000 juta kaki kubik per hari pada 2030.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Maman Abdurrahman mengatakan konsumsi energi akan terus meningkat, sehingga ketahanan energi yang merupakan kepentingan nasional, perlu terus diupayakan agar bisa tercapai.
Salah satu sumber pasokan energi Indonesia ke depan tersebut adalah berasal dari minyak dan gas bumi (migas).
"Oleh karena itu, tidak berlebihan jika target peningkatan produksi migas menjadi prioritas nasional," ujar dia dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (6/12/2021).
Ia pun berharap seluruh pihak terkait berkolaborasi dan memiliki visi yang sama untuk mengamankan target produksi minyak dan gas pada 2030 tersebut.
Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 menunjukkan kebutuhan energi Indonesia masih ditopang oleh bahan bakar minyak dan gas.
Sesuai RUEN, pada 2020, porsi minyak memenuhi kebutuhan sebesar 28,8 persen dalam bauran energi nasional atau mencapai 1,66 juta barel per hari (BPH) dan gas 6.557 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) atau 21,2 persen dari bauran energi nasional.
Lalu, pada 2030, bauran minyak diproyeksikan menjadi 23 persen atau 2,27 juta BPH dan gas 11.728 MMSCFD atau 21,8 persen dan pada 2050, kebutuhan minyak menjadi 3,97 juta BPH atau 19,5 persen dan gas menjadi 26.112 MMSCFD atau 24 persen.
Maman juga mengatakan salah satu poin revisi Undang-Undang Migas adalah memastikan kegiatan eksplorasi dijalankan kontraktor kontrak kerja sama (KKS) melalui komitmen kerja pasti.
Selain itu, UU Migas diharapkan juga mengatur insentif yang mampu menumbuhkan minat kontraktor KKS melakukan eksplorasi.
Menurut dia, eksplorasi menjadi kata kunci untuk menemukan cadangan migas baru, sehingga target produksi migas bisa tercapai. "Kami berupaya UU Migas bisa mendukung iklim investasi, termasuk eksplorasi," katanya.
Advertisement