PKS Usulkan Frasa Norma Agama Masuk ke dalam RUU PKS

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengusulkan pasal tambahan dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dengan memasukkan frasa "sesuai dengan norma agama" di dalamnya.

oleh Yopi Makdori diperbarui 08 Des 2021, 12:26 WIB
Massa Kolaborasi Nasional melakukan aksi di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Massa mendesak DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) pada periode 2014-2024. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mengusulkan pasal tambahan dalam Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dengan memasukkan frasa "sesuai dengan norma agama" di dalamnya.

"Bunyinya adalah ketentuan Pasal 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan Pasal 10 harus sesuai dan tidak bertentangan dengan norma agama, Pancasila dan budaya bangsa. Itu adalah pasal tambahan setelah pasal 10, sehingga menjadi Pasal 10 (a) atau 11 baru," pinta Bukhori dalam Rapat Panja Penyusunan RUU PKS, Rabu (8/12/2021).

Pasal-pasal yang dimaksud Bukhori sebagian besar berisi bentuk pencegahan kekerasan seksual, seperti pada Pasal 6, 7, 8, 9, dan Pasal 10. Dia ingin agar bentuk pencegahan ini tak absen dari aroma nilai agama dan budaya bangsa.

Di samping itu, Bukhori juga meminta ada frasa yang dimasukkan pada alena baru di halaman 37 draf RUU PKS.

"Bunyinya demikian, 'sebagai negara yang berdasar kepada Tuhan Yang Maha Esa, maka UU ini tidak dimaksudkan untuk membenarkan atau melegalisasi adanya perbuatan seks bebas atau seks menyimpang seperti LGBT karena hal tersebut bertentangan dengan Pancasila dan dilarang oleh agama serta tidak sesuai dengan budaya bangsa," katanya.

 


Hapus 5 Jenis Kekerasan Seksual

Tim ahli dari Baleg, Sabari Barus membeberkan bahwa kini dalam RUU PKS hanya ada empat jenis Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yakni pelecehan seksual, pemaksaan pemakaian alat kontrasepsi, pemaksaan hubungan seksual, dan eksploitasi seksual.

Padahal, pada RUU PKS sebelumnya terdapat sembilan jenis kekerasan seksual.

Barus menyebut, alasan penghapusan Ketentuan Tindak Pidana Perkosaan, Pemaksaan Perkawinan, Pemaksaan Pelacuran, Pemaksaan Aborsi, Penyiksaan Seksual, dan Perbudakan Seksual lantaran lima hal itu sudah diatur dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Substansinya hanya empat, jika dalam RUU Lama ada 9 jenis, setelah kami menyisir dengan melihat dalam KUHP dan rancangan rancangan KUHP kami telah mensortirnya sehingga hanya ada empat," kata Barus dikutip dalam siaran YouTube Baleg RI, Sabtu (4/9/2021).

Barus mengklaim, hanya ada lima jenis kekerasan seksual yang dihapus itu bersingunggan atau telah diatur dalam KUHP, sehingga tak perlu diatur ulang dalam RUU PKS.

"Inilah tidak ada irisannya atau yang belum diatur dalam KUHP atau dalam RUU KUHP, jadi tinggal empat jenis," katanya.

Barus juga menyampaikan bahwa hasil kajian tim mengusulkan kata penghapusan di judul RUU PKS dihilangkan. Sehingga judul RUU diganti dengan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)

"Kata penghapusan terkesan abstrak dan mutlak, karena penghapusan berarti hilang sama sekali, ini yang mustahil tercapai di dunia. Kami menggunakan RUU tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual,” katanya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya