Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak 44 mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipastikan telah menerima tawaran menjadi aparatur sipil negara (ASN) Polri. Sementara sisanya tidak mengambil tawaran tersebut.
"Ya 44 sudah oke semua. Yang tidak bersedia 12," tutur Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa 7 Desember 2021.
Baca Juga
Advertisement
Ada beragam alasan mereka tidak menerima tawaran menjadi ASN Polri. Salah satunya seperti Mantan Kepala Bagian Perancangan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK Rasamala Aritonang.
Meski menolak tawaran menjadi ASN Polri, Rasamala mengapresiasi tawaran Polri menjadi ASN di Korps Bhayangkara.
"Dengan tetap menghormati pihak Kepolisian, saya tidak mengambil tawaran untuk bergabung sebagai ASN Polri dengan mempertimbangkan bahwa saat ini saya telah mempunyai komitmen mendedikasikan diri sebagai pengajar hukum pada Fakultas Hukum UNPAR," ujar Rasamala kepada Liputan6.com, Senin 6 Desember 2021.
Selain itu, ada pula Ita Khoiriyah alias Tata yang juga menjadi salah satu dari 12 mantan pegawai KPK yang menolak.
Tata mengungkap pilihannya menolak tawaran menjadi ASN Polri sangatlah dilematis. Karena harus meninggalkan bisnis kue yang sudah dirintisnya sejak resmi dipecat dari KPK beberapa waktu lalu.
Berikut sejumlah alasan dari mereka mantan pegawai KPK yang menolak tawaran menjadi ASN Polri dihimpun Liputan6.com:
1. Rasamala Aritonang
Mantan Kepala Bagian Perancangan dan Produk Hukum pada Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rasamala Aritonang mengapresiasi tawaran Polri menjadi aparatur sipil negara (ASN) di Korps Bhayangkara.
Meski demikian, dia memilih tidak ikut bergabung menjadi ASN Polri.
"Dengan tetap menghormati pihak Kepolisian, saya tidak mengambil tawaran untuk bergabung sebagai ASN Polri dengan mempertimbangkan bahwa saat ini saya telah mempunyai komitmen mendedikasikan diri sebagai pengajar hukum pada Fakultas Hukum UNPAR," ujar Rasamala kepada Liputan6.com, Senin 6 Desember 2021.
Walaupun tak bergabung, Rasamala menyatakan kesiapannya memperjuangkan keadilan serta pemberantasan korupsi meski berada di luar Kepolisian.
Dia menyatakan mendukung rekan-rekannya mantan pegawai KPK jika ingin bergabung menjadi ASN Polri.
"Saya mendukung teman-teman yang bergabung sebagai ASN Polri untuk berkontribusi dalam pemberantasan korupsi dan mendukung kerja penegakkan hukum di Polri, dan untuk itu meskipun saya berada diluar Polri, saya selalu siap membantu dan mendukung dengan pengetahuan dan keahlian yang saya miliki," kata Rasamala.
Dia berharap, apapun keputusan yang diambil oleh para mantan pegawai KPK usai konsultasi dengan Polri ini bisa berdampak baik bagi pemberantasan tindak pidana korupsi ke depan.
Menurut Rasamala, tawaran menjadi ASN di Polri ini bagian dari upaya pemulihan nama baik para mantan pegawai KPK yang dipecat lantaran tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK).
"Saya sangat mengapresiasi Pak Kapolri dan pihak Kepolisian yang telah mengupayakan, menawarkan, dan memberikan kesempatan untuk pengangkatan bagi 57 ex pegawai KPK sebagai ASN di Polri. Tawaran ini sekaligus dapat dimaknai sebagai rehabilitasi nama baik 57 ex pegawai KPK," kata dia.
Advertisement
2. Ita Khoiriyah
Ita Khoiriyah alias Tata menjadi salah satu dari 12 mantan pegawai KPK yang menolak pinangan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) Korps Bhayangkara atau Polri.
Bersama Merdeka.com, Selasa 7 Desember 2021, Tata mengungkap pilihannya menolak tawaran menjadi ASN Polri sangatlah dilematis. Karena harus meninggalkan bisnis kue yang sudah dirintisnya sejak resmi dipecat dari KPK beberapa waktu lalu.
"Dan sudah di tengah jalan memang agak dilematis, saya mau milih, serius bisnis saya ini atau menjadi ASN. Karena keduanya butuh waktu energi dan pikiran juga ya," ujar Tata.
Meski begitu, niat mengembangkan bisnis dan alasan ingin melanjutkan jejang pendidikan ke jenjang lebih tinggi menjadi pilihannya. Terlebih, Ia menyukai aktivitas barunya tersebut.
"Karena kemarin asyik aja nih, punya kesibukan baru di bidang baru," ujar Tata.
Terlebih, Tata mengakui bisnis kue yang ditekuninya saat ini bisa dibilang laris manis dengan omzet yang cukup lumayan. Dalam binis kuenya setidaknya Tata sudah menjual sekitar 300 toples dan hampir 1.000 roti.
"Ternyata respons di sekitar saya positif, kenapa enggak ya udah saya buat seriusin aja, karena responsnya sudah lumayan. Buat kapasitas saya sebagai pendatang baru dan kemampuan yang terbatas," katanya.
Sementara lulusan ilmu komunikasi itu mengakui ingin kembali menempuh pendidikan ke tingkat lebih tinggi dengan jurusan yang masih sejalan dengan bidang keilmuannya.
"Saya sih maunya masih mau linier dengan pendidikan saya sebelumnya. Saya sih masih mau mencari jalan, mantapnya di mana. Ilmu komunikasi, jadi ya ada kemungkinan linier dengan konsen yang sama, komunikasi publik," tuturnya.
Meski dirinya menolak, Tata tetap menghargai tawaran dari Kapolri Jendral Listyo Sigit kepada dirinya bersama teman-teman pegawai lainnya.
Menurutnya tawaran sebagai ASN Polri telah menjadi tanda jika KPK memecat mereka karena tak bisa dibina adalah salah
"Kenapa karena ini berkebalikan. Ya dengan yang dilakukan pimpinan KPK yang memberi lebel kami merah, dan mengatakan kami ini tidak bisa dibina, tidak ada kesempatan untuk membina kami, sebagai pegawai ya. Padahal kami itu banyak yang sudah bertahun-tahun bekerja di KPK," katanya.
"Jadi hal ini berkebalikan gitu dengan Polri yang memberi tawaran untuk menjadi bagian sebagai ASN Polri. Itu merupakan bukti buat kami, memang pimpinan KPK mau menyingkirkan, karena kan nyatanya kita diterima. Dan kalau proses assement lancar teman-teman bisa diangkat," tambah Tata.
Kendati dirinya telah mantap memilih sebagai pembisnis dan melanjutkan pendidikannya, Mantan Biro Humas KPK itu menilai tawaran Kapolri akan jadi bantahan atas label pegawai yang tidak lolos Tes Wawas Kebangsaan (TWK).
"Saya terimakasih dengan tawaran Polri ini membuat anggapan kalau kami tidak bisa dibina ini, tidak benar. Jadi kalau suatu saat saya ingin kembali ke dunia profesional saya bisa menggunakan alasan ini, label merah itu sangaf politis," jelas dia.
3. Tri Artining Putri
Pada kesempatan lain, salah satu pegawai yang turut menolak pinangan ASB Polri yaitu Tri Artining Putri. Wanita yang akrab disapa Puput ini sangat menghargai tawaran Kapolri untuk bergabung sebagai ASN Polri.
"Saya tambah-tambah menghargai ketika tawaran ini datang dalam bentuk kebebasan memilih. Sehingga kami tidak lagi di posisi tanpa pilihan seperti menjalani TWK dan akhirnya disingkirkan dari KPK," katanya.
Adapun alasanya, tidak bergabung menjadi ASN karena dirinya merasa kalau dirinya seharusnya menjadi ASN di KPK bukan malah ke Polri.
"Karena saya melamar dan diterima menjadi pegawai KPK. Jadi kalau jadi ASN harusnya di KPK. Dan tawaran Kapolri ini semakin menunjukkan keanehan dan ketidakwajaran TWK versi KPK dan BKN yang kami jalani," tuturnya.
Tak lupa, Puput juga mengucapkan selamat kepada rekan-rekannya yang memilih dan menerima menjadi ASN Polri. Namun dengan penerimaan itu, dia berharap bukan berarti masalah TWK di KPK selesai.
"Saya berharap soal ASN Polri ini tidak menutup bahwa TWK penuh masalah. Pelanggaran HAM dan maladministrasinya harus tetap ditindaklanjuti. Pelaku-pelakunya harus tetap disanksi sesuai dengan aturan yang berlaku," jelas Puput.
(Elza Hayarana Sahira)
Advertisement