Buruh Desak MK Jelaskan Amar Putusan Multitafsir soal Pengupahan ke Publik

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Abdul Gani mengatakan, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sangat berdampak strategis ke masyarakat.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 08 Des 2021, 17:11 WIB
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi (MK) (Liputan6/Putu Merta)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Abdul Gani mengatakan, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sangat berdampak strategis ke masyarakat.

Karena itu, dalam lawatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) haruslah dijelaskan kepada publik bagaimana sesungguhnya aturan turunan dari UU Cipta Kerja tersebut diimplementasikan.

"MK sudah berjanji ke kami untuk segera menyampaikan menyelesaikan multitafsir ini ke masyarakat," ujar Gani di Gedung MK, Jakarta, Rabu (8/12/2021).

Menurut Gani, multitafsir dimaknai berbeda oleh sejumlah pakar hukum. Sebagian dari mereka mengatakan, masalah upah masuk ke dalam hal strategis dalam beleid cipta kerja yang implementasinya harus ditangguhkan. Namun sebagian lagi tidak berkata sama.

"Jadi kami kembalikan ke MK maksud dari amarnya ini seperti apa?," jelas Gani.

Pada kesempatan yang sama, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menambahkan, keputusan MK soal beleid Cipta Kerja yang dinilai cacat formil sudah final dan mengikat.

Tetapi, kata Said Iqbal, pada amar putusannya ternyata ada yang membuat multitafsir di kalangan pekerja, khususnya kelompok buruh.

"Kami ingin tanya bagaimana amar putusan nomer 4 yang menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku, tapi ada nomer ketujuh terutama yang menyatakan menangguhkan tindakan/kebijakan yang strategis berdampak luas. Sebab disebutkan PP nomer 36 tahun 2021 tentang pengupahan adalah produk turunan dari UU Ciptaker dan pasal 4 ayat 2 dengan jelas menyatakan bahwa pengupahan kebijakan strategis," ungkap Said.

"Jadi apakah yang digunakan tafsir ini amar putusan nomer 4 atau amar putusan nomer 7? hanya MK yang bisa menjawab," tanya Said.

 


Jawaban Pihak MK

Personel Brimob berjaga di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (25/6/2019). Jelang sidang pembacaan putusan akan digelar pada Kamis (27/6), sekitar 47.000 personel keamanan gabungan akan disiagakan di Ibu Kota DKI Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Heru Setiawan sebagai Karo Humas MK dan Fajar Laksono sebagai Jubir MK menerima mediasi yang dilakukan dua pimpinan kelompok buruh. Keduanya berjanji akan menyampaikan kegundahan akan putusan MK yang multitafsir ke Ketua MK.

"Kepala biro humas dan jubir MK menyatakan akan menyampaikan kepada ketua MK, apakah 4 atau 7 terhadap kita, khususnya upah dan akan dijelaskan dalam waktu sesegera mungkin," papar Said Iqbal.

Meski tidak mematok tenggat waktu tanggal penjelasan, Said mendesak hal itu harus dilakukan MK dengan segera, sebab khawatirnya gelombang massa buruh yang berdemo akan terus datang dengan jumlah yang lebih besar lagi.

"Ini gerakan aksinya terus meningkat. Jadi MK yang harus menjelaskan, pengupahan ini memakai amar putusannya yang nomer berapa? 4 atau 7?," Said menyudahi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya