Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan mewanti-wanti stakeholder di sektor penerbangan untuk berjaga dari cuaca ekstrem. Hal ini akibat dari perubahan iklim yang turut membawa fenomena La Nina.
Mewakili Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Drektur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara, Dadun Kohar menyampaikan stakeholder penerbangan perlu melakukan mitigasi. La Nina sendiri diprediksi akan terjadi di wilayah Indonesia pada akhir 2021 dan awal 2022.
"Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa saat ini dunia penerbangan sedang dihadapkan pada berbagai disrupsi diantaranya perubahan iklim global yang berdampak timbulnya fenomena anomali cuaca dan iklim global diantaranya Fenomena La Nina, pertumbuhan bibit-bibit siklon tropis di berbagai wilayah. Dan ini semua harus kita antisipasi bersama baik pemerintah sebagai regulator ataupun stakeholeder penerbangan sebagai operator," kata Dadun dalam keterangan resmi, Rabu (8/12/2021).
Ia berharap antara regulator dan operator melakukan diskusi proaktif yang berkelanjutan dalam menumbuhkan maupun meningkatkan kewaspadaan, kesiapan dan kesiapsiagaan (situational awareness). Itu ditujukan bagi pemangku kepentingan sektor transportasi udara terutama pada dampak fenomena anomali cuaca dan iklim dimana untuk selanjutnya diharapkan mampu menetapkan langkah-langkah mitigasi global yang efektif, sistematis dan komprehensif.
"Kami juga mengharapkan ini semua tidak hanya sebagai inisiasi kewaspadaan, kesiapan dan kesiapsiagaan terhadap dampak perubahan iklim global namun secara berkelanjutan mampu merumuskan kerangka aturan maupun kebijakan mitigasi untuk menjamin keselamatan operasi penerbangan dalam rangka mendukung upaya pemulihan dan ketahanan penerbangan sipil global," katanya.
Dadun juga mengatakan dalam mengelola momentum libur Nataru 2021/2022 dengan baik, agar tidak merusak kondisi saat ini yang sudah cukup membaik dalam upaya pemulihan dan ketahanan penerbangan sipil global.
Serta bercermin dari musibah erupsi Gunung Semeru dimana resiko–resiko perubahan iklim global yang melahirkan beberapa fenomena anomali cuaca termasuk pertumbuhan bibit siklon di seluruh wilayah Indonesia sangat berdampak baik langsung maupun tidak langsung bagi operasi penerbangan di Indonesia.
"Saya berharap adanya komitmen bersama diantara Regulator dengan para pemangku kepentingan sektor transportasi udara dalam hal menumbuhkan bahkan meningkatkan kewaspadaan, kesiapan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi tantangan dampak perubahan iklim global tersebut khususnya bagi keselamatan penerbangan maupun keberlangsungan operasi penerbangannya," pungkasnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Informasi Terkini
Pada kesempatan yang sama Plt Kasi Sertifikasi Operasi Pesawat Udara DKPPU, Capt. Rizal Bayu Azi menjelaskan kegiatan webinar Situational Awareness: Expect the Unexpected bertujuan untuk memberikan informasi terkini terkait cuaca ekstrem. Serta membangun komunikasi dengan para stakeholder penerbangan guna melakukan antisipasi dan mitigasi.
"Kami berharap ke depannya ada integrasi dan sinergi antara Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dan BMKG khususnya dalam sharing informasi pemutakhiran kondisi cuaca seperti prediksi, peringatan dini, rekomendasi terhadap kondisi anomali cuaca yang akurat dan real time melalui konektivitas digital,” ujarnya.
“Ini seperti yang dicanangkan pada pertemuan virtual ke 6 Aviation Safety Meeting of Indinesia (ASMI) pada 8 Desember 2020 di mana kita sepakat untuk meningkatkan synergi antara Authority, Airlines, Airport, ANSP, dan Akademisi (5A)," imbuhnya.
Capt. Rizal menambahkan bahwa langkah–langkah strategis pemanfaatan konektivitas digital yang terintegrasi tersebut untuk kemudian di integrasikan ke sistem operasional (OCC) pemangku kepentingan sektor transportasi udara di seluruh wilayah Indonesia dengan tetap memperhatikan keberagaman dan karakteristik operasional.
Advertisement