Anak-Anak Korban Guru Pesantren Cabul di Bandung Diduga Dijadikan 'Alat' Minta Sumbangan

Tak hanya itu, LPSK menyebut dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku HW.

oleh Huyogo Simbolon diperbarui 09 Des 2021, 18:04 WIB
Ilustrasi Pencabulan (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Bandung - Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istiana mendorong Polda Jawa Barat untuk dapat mengungkap dugaan penyalahgunaan eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku pimpinan yayasan pesantren HW (36).

Perlu diketahui, kasus pencabulan terhadap belasan santri hingga beberapa di antaranya hamil oleh pelaku HW, seorang pimpinan salah satu yayasan pesantren di Kota Bandung sedang dipersidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Bandung.

"Fakta persidangan mengungkap bahwa anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," ucap Livia dalam siaran pers, Kamis (9/12/2021).

Tak hanya itu, Livia mengungkapkan, dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku HW. "Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ungkapnya.

Livia menuturkan, pihaknya telah memberikan perlindungan kepada 29 orang, 12 di antaranya anak di bawah umur dalam kasus pencabulan yang dilakukan HW. Mereka terdiri dari pelapor, saksi dan korban saat memberikan keterangan dalam persidangan dugaan tindak pidana persetubuhan terhadap anak dengan terdakwa HW yang digelar di Pengadilan Negeri Bandung dari 17 November sampai 7 Desember 2021.

"Dari 12 orang anak di bawah umur, 7 di antaranya telah melahirkan anak pelaku," kataya.

Selain itu, serangkaian giat perlindungan berupa penjemputan, pendampingan dalam persidangan, akomodasi penginapan dan konsumsi serta pemulangan, diberikan agar memastikan para saksi dalam keadaan aman, tenang dan nyaman saat memberikan keterangan agar dapat membantu Majelis Hakim dalam membuat terang perkara.

"Pada saat memberikan keterangan di persidangan, para saksi dan atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orangtua atau walinya. LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi yang berkasnya siap disampaikan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Pengadilan Negeri Bandung," ujarnya.

Livia mengatakan, LPSK juga memberikan bantuan layanan medis saat salah satu saksi korban menjalani proses persalinan di rumah sakit. "Dalam melakukan aksinya, para korban ditempatkan dalam sebuah rumah yang dijadikan asrama ponpes. Pelaku kemudian membujuk rayu anak didiknya hingga menjanjikan para korban akan disekolahkan sampai tingkat universitas," ungkapnya.

"LPSK berharap majelis hakim dapat memberikan hukuman yang adil bagi pelaku," kata Livia menambahkan.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya