Lika-liku Perjalanan Program BPNT di Blora, dari BUMDes hingga E-Warong Fiktif

Simak perjalanan program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Blora, dari BUMDes hingga terbongkarnya E-Wrong fiktif.

oleh Ahmad Adirin diperbarui 10 Des 2021, 07:34 WIB
Rapat koordinasi terkait evaluasi program sembako Bantuan Sosial Pangan (BSP) atau Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Blora. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Blora - Seorang pedagang telur bernama Muhammad Fuad Mushofa (35), warga Desa Kacangan, Kecamatan Todanan, menjadi saksi lahirnya BUMDes di Blora. Awalnya dia mendengar ada program Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dari Kementerian Sosial di daerahnya.

Terhitung sejak itu Badan Usaha Milik Desa se-Blora mulai dibentuk pertama kali. Acara peresmian digelar di Kantor Dinas Pemberdayaaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Blora.

"Dalam waktu bersamaan Dinas Sosial dan Himbara (Himpunan bank negara) mensosialisasikan pembentukan E-Warong (Elektronik warung gotong royong) sampai ke tingkat desa," ujar Shofa panggilan akrab Muhammad Fuad Mushofa, Kamis (9/12/2021).

Ia menambahkan, pembentukan E-Warong ditunjuk oleh Himbara beserta Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Kabupaten Blora didampingi pihak perangkat desa. Saat itu pihak Himbara adalah Bank BNI.

Menurut Shofa, selang beberapa hari kemudian, dari BUMDes diajak rapat bersama DPMD Kabupaten Blora untuk membahas program kerjasama dengan BPNT.

"Yang BUMDes dikira mampu bekerjasama dengan agen-agen E-Warong di tingkatan kecamatan,"katanya.

Shofa mengaku tahu betul mengenai awal-awal perjalanan masuknya program BPNT di daerahnya, lantaran dirinya sering berkomunikasi dengan para pemangku kepentingan, serta tak jarang juga ikut rapat.

Dalam perjalanannya, BUMDes kembali diajak rapat. Bahkan, saat itu Shofa mengetahui bahwa salah satu putera dari mantan kepala daerahnya turut hadir dan mempresentasikan terkait telur ayam. Hingga pada akhirnya dalam rapat yang masih bergulir, terjadilah kerjasama pihak terkait dengan yang bersangkutan.

Selang beberapa hari, berikutnya semua E-Warong yang telah terbentuk dikumpulkan oleh pemangku kepentingan di pendopo Kabupaten Blora.

"Pada saat itu ada berbagai sambutan dari dinas-dinas terkait, terlebih pada saat itu Bupati Blora Bapak Djoko Nugroho (Kepala daerah ketika itu, red) juga memberikan sambutan," kenang Shofa yang juga hadir dalam acara itu.

Dirinya mengatakan, saat itu salah satu isi sambutan Bupati Blora terkait tentang modal untuk penyaluran sembako dan termasuk komoditas lokal dan telur juga dari lokal. Yang mana, kalau kurang barulah cari dari luar daerah.

"Dan salah satu ucapan beliau yang masih saya ingat yaitu kalau bisa cari barang-barang sendiri tidak usah melalui pihak-pihak yang lain, kecuali yang belum punya modal. Supaya tidak terlalu banyak mata rantai," katanya yang ketika itu ucapan Bupati Blora disambut antusias dari semua agen-agen E-Warong yang hadir.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Kerjasama Batal

Usai acara tersebut, Shofa mengetahui adanya pembatalan kerjasama antara BUMDes dengan putera kepala daerah yang sebelumnya sempat mempresentasikan terkait telur ayam. Berangkat dari situ gejolak mulai muncul, padahal penyaluran program BPNT belum dilakukan.

"Dan parahnya lagi ternyata ada salah satu BUMDes yaitu di daerah Kunduran tepatnya BUMDes Sonokidul sudah packing ribuan beras. Ternyata malah dibatalkan," katanya.

Ia membeberkan bahwa selang beberapa hari kemudian, orang-orang yang mengaku dari suplier mendatangi E-Warong yang ada di Blora. Berangkat dari situ, terjadilah kontrak antara E-Warong dengan suplier.

Menurut Shofa, dulunya untuk Kecamatan Kunduran, Ngawen, Todanan, Japah, Banjarejo dan Jiken yang mendatangi dari pihak suplier bernama UD ANNISA yang beralamat di Desa Trembulrejo, Kecamatan Ngawen.

"Sedangkan untuk daerah Kecamatan Tunjungan, Randublatung, Jati, Kradenan dan Kedungtuban yang mendatangi dari pihak suplier bernama UD JOSSINDO yang alamatnya berada di Desa Keser, Kecamatan Tunjungan," bebernya.

Dalam tandatangan kontrak kerjasama itu, dirinya mengatakan bahwa jarang ada yang mengetahui seperti apa isi perjanjiannya. Bahkan, Shofa juga menganggap aneh terkait surat perjanjian yang dibuat oleh pihak suplier.

"Dengan berjalannya waktu, mulailah pencairan pertama dan kebetulan langsung cair 3 kali. Setelah pembagian, masalah demi masalah mulai muncul. Yang telurnya busuklah, yang berasnya jelek penuh kutulah dan lain sebagainya," katanya.

Shofa menyampaikan bahwa dalam perjalanan program BPNT di Blora, nilai bantuan yang diwujudkan dalam bentuk sembako, awalnya adalah Rp110 ribu kemudian berubah menjadi Rp150 ribu.

Selanjutnya saat masa pandemi Covid-19 ini, nilai besarannya berubah menjadi Rp200 ribu untuk masyarakat Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Dalam perjalanannya juga, Himbara juga berganti.

"Dari Bank BNI kemudian berganti menjadi Bank BRI. Itu pergantiannya awal tahun 2021," kata Shofa.

 


Bongkar E-Warong Fiktif

Untuk diketahui, aparat penegak hukum dari Polres Blora dan Polda Jawa Tengah telah mendapatkan atensi khusus dari sejumlah pihak terkait program BPNT di Blora yang ditengarai secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) banyak masalah.

Berawal dari upaya Shofa yang ingin membongkar adanya dugaan E-Warong fiktif di Blora, dalam perjalanan masalah tersebut juga terungkap adanya 189 agen E-Warong melanggar aturan yang kini sebagian besar telah diperbaiki.

Serta muncul keluh kesah dari sejumlah KPM yang mendapatkan buku tabungan dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau ATM nyatanya banyak yang saldonya kosong alias nol. Hanya saja berapa jumlah KPM yang saldonya kosong itu masih gelap.

Polres Blora terkait permasalahan yang terjadi ini mengakui masih terus melakukan penyelidikan. Setidaknya, sudah puluhan orang yang telah diklarifikasi atau dimintai keterangan.

"Yang telah dimintai keterangan sebanyak 30 orang," jelas Kapolres Blora, AKBP Wiraga Dimas Tama melalui Kasatreskrim Polres Blora, AKP Setiyanto.

Setiyanto menyebutkan, dari pihak KPM sebanyak delapan KPM, dari pihak E-Warong sebanyak sembilan E-Warong, dari pihak Pendamping Kecamatan tujuh orang, dari Dinas Sosial sebanya dua orang, dari staf Kemensos sebanyak satu orang dan dari BRI sebanyak tiga orang.

Sementara itu, Direktorat Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng menyatakan bahwa pihaknya lebih banyak melakukan klarifikasi ke sejumlah pihak. Namun begitu, tidak dijelaskan secara gamblang alias masih gelap. Bahkan saat disinggung juga soal suplier apakah sudah dipanggil atau belumnya.

Kepolisian mengakui masih membutuhkan beberapa keterangan lagi dalam menangani permasalahan program BPNT di Blora. Oleh karena itu juga, belum bisa menetapkan siapa saja yang bakal terseret menjadi tersangkanya.

"Masih membutuhkan beberapa keterangan lagi, namun konstruksi perkara sudah nampak," kata anggota kepolisian yang enggan disebutkan nama terangnya itu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya