Neobank Bakal Makin Menjamur, Bank Konvensional Kian Terancam?

Fenomena munculnya neobank atau bank-bank digital diprediksi akan terus berlanjut tahun depan

oleh Arief Rahman H diperbarui 09 Des 2021, 17:00 WIB
Ilustrasi bank digital (Liputan6.com/Abdillah)

Liputan6.com, Jakarta Fenomena munculnya neobank atau bank-bank digital diprediksi akan terus berlanjut tahun depan. Bahkan, Indonesia Fintech Society (IFSoc) juga melihat tren akuisisi bank terhadap perusahaan digital dan sebaliknya akan juga mengikuti perkembangan ini.

Steering Committee IFSoc Rudiantara menyebutkan banyaknya muncul neobank ini mampu mendorong tingkat inklusi keuangan Indonesia. Dengan adanya kerja sama antara perusahaan digital dan bank konvensional ini mampu memberikan dorongan untuk pemerataan akses keuangan.

“Fenomena Noebank ini akan bantu address inklusi keuangan, kita tahu perbankan konvensional banyak yang besar sudah masuk ke teknologi, mereka menerapkan teknologi,” katanya dalam konferensi pers, Kamis (9/12/2021).

Di sisi lain, banyak yang berangkat dari perusahaan pemilik aplikasi atau platform digital yang juga melirik sektor perbankan. Rudiantara menilai hal ini akan berimbas bagus bagi ekosistem perbankan dan teknologi.

Menurut catatannya tren ini sejalan dengan adanya penerbitan POJK No 12/2021 Bank Umum dan POJK No 13/2021 tentang Penyelenggaraan Produk Bank Umum sebagai kerangka kebijakan yang mempertegas pengertian atau adanya neobank.

Kemudian tren akuisisi bank kecil oleh perusahaan teknologi dan transformasi digital dari bank konvensional masih terus berlanjut. Hal ini dilakukan sebagai langkah transformasi bisnis untuk menjadi neobank.

“Per Agustus 2021 jumlah kantor bank umum sebanyak 29.683 atau turun sebanyak 6,5 persen. Dimana pada tahun 2018 jumlah kantor bank umum sebanyak 31.604,” kata dia.

Mengutip paparannya, tren transformasi digital perbankan telah dimulai sejak 2016 lalu dengan munculnya Jenius dari BTPN. Lalu pada disusul pada 2017 ada Bank DBS dan Bank Bukopin juga mengeluarkan yang serupa.

Pada 2018, Permata Bank juga ikut melakukannya, dan 2019 giliran OCBC NISP dan Danamon yang berperan. Pada 2020 dan 2021 secara berurutan ada produk dari Bank UOB dan muncul Aladin.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tren Akuisisi dan Transformasi Neobank

Ilustrasi bank digital. Clay Banks/Unsplash

Sementara itu, Rudiantara menyebut tren akuisisi dan transformasi neobank telah dicontohkan beberapa bank konvensional. Misalnya, BCA yang telah memulai dengan telebanking, lalu phone banking dan kini sudah online banking.

“BCA juga punya anak yang bisa dikatakan neobank. BTPN juga sudah lakukan forward integration hilirisasi memanfaatkan teknologi informasi untuk perkuat kanal pasar ritel dengan Jeniùs,” katanya.

Masih dalam paparannya, BCA sebagai induk mengakuisisi atau memiliki anak usaha Bank Royal dan menciptakan BCA Digital. BRI miliki anak usaha BRI Agroniaga dan menghasilkan Bank Raya Indonesia. SEA mengakuisisi Bank BKE menghasilkan Bank Seabank.

“ini juga terbalik ada industri digital yang mengakuisisi bank kecil, ada Akulaku, Gojek dan Emtek yang terbaru,” katanya.

Diketahui, Akulaku mengakuisisi Bank Yudha Bhakti dan menghasilkan Bank Neo Commerce. Lalu Gojek dengan Bank Arios menghasilkan Bank Jago, lalu ada EMTEK dengan Bank FAMA. Kemudian ada Kredivo dengan Bank Bisnis Internasional. WeLab dengan Bank Jasa Jakarta, dan Ajaib dengan Bank Bumi Artha dan Primasia Sekuritas.

“Ini IFSoc menilai bahwa ini suatu terobosan bagus dan kita dorong terus ada di Indonesia. ini akan diikuti dengan arsitektur perbankan nasional beberapa saat kedepan, dan segi kebijakan harus diarahkan ke arah sana,” tukasnya.


Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia

Infografis: Deretan Bank Digital di Indonesia (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya