Liputan6.com, Jakarta - Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), Sahat Sinaga mengkritisi kebijakan pemerintah yang kembali membatalkan larangan peredaran minyak goreng curah di tengah masyarakat.
Dia pun mengecam, penjualan minyak goreng curah yang berasal dari daur ulang. Menurut Sahat, seharusnya kena unsur pidana lantaran sengaja meracuni konsumen dengan toksin atau zat beracun, yang timbul akibat adanya proses daur ulang.
Advertisement
"Harusnya daur ulang yang mengandung toksin untuk makanan itu adalah pidana, meracuni orang dengan sengaja," tegas Sahat kepada Liputan6.com, Minggu (12/12/2021).
Tak hanya beracun, minyak goreng curah juga dipertanyakan nilai kehalalannya. Sebab, bisa jadi minyak tersebut sebelumnya telah dipakai untuk menggoreng makanan-makanan non-halal.
"Minyak jelantah itu ada yang berasal dari penggorengan bahan berminyak yang tidak halal, dan akan tetap ada di sana," ujar dia.
"Pengumpul minyak jelantah tidak pernah tahu apakah minyak bekas yang dikumpulkan itu, baik dari restauran, hotel, katering, atau dari perumaha adalah halal atau tak halal," kecam Sahat.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Proses Daur Ulang
Melalui proses daur ulang, minyak goreng bekas itu kemudian dibersihkan dari sisa-sisa kotoran yang menempel, sehingga bisa diperjualbelikan kembali sebagai minyak goreng curah.
"Nah, minyak jelantah ini yang didaur-ulang untuk menjernihkan warna dan kotoran-kotoran," kata Bernard.
Advertisement