Dua Sisi Rencana BUMN IBC Akuisisi Perusahaan Mobil Listrik Jerman StreetScooter

Rencana pemerintah melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) mengakuisisi perusahaan mobil listrik asal Jerman, StreetScooter GmbH menuai sorotan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 11 Des 2021, 17:45 WIB
Van listrik Streetscooter mengisi daya di stasiun pengisian di kantor pos Jerman, Deutsche Post di Frankfurt am Main, 21 Juli 2018. Kantor pos Jerman mengganti armada mobil untuk mengirimkan surat dan paket dengan mobil van listrik. (Yann Schreiber/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pemerintah melalui Indonesia Battery Corporation (IBC) mengakuisisi perusahaan mobil listrik asal Jerman, StreetScooter GmbH menuai sorotan. Akuisisi perusahaan ini digadang-gadang menjadi pelengkap rencana Indonesia mengembangkan kendaraan listrik.

Namun, rencana ini menuai dua sudut pandang yang berbeda. Menteri BUMN Erick Thohir menilai niat akuisisi StreetScooter sebagai hal yang wajar. Itu dimaksudkan untuk semakin memperkuat ekosistem kendaraan listrik, sekaligus melakukan hilirisasi industri di Indonesia.

Langkah ini akan melengkapi upaya membentuk ekosistem kendaraan listrik di Tanah Air, karena pemerintah sebelumnya sudah bekerja sama dengan investor besar seperti LG dan CATL untuk membangun pabrik baterai berbahan dasar nikel.

"Sekarang gini, kalau kita semua menolak bangun hilirisasi baterai, ya enggak usah partneran sama CATL, LG. Suruh aja mereka bikin sendiri, ngapain BUMN ikut berpartner," ujar Erick Thohir beberapa waktu lalu, dikutip Sabtu (11/12/2021).

Untuk mencapai tujuan hilirisasi industri kendaraan listrik tersebut, IBC selaku holding baterai BUMN yang terdiri atas Pertamina, PLN, MIND ID, dan Antam harus mau berinvestasi.

Sejumlah investor pun sudah jadi mitra IBC, dua diantaranya perusahaan raksasa baterai listrik dunia yakni LG Energy Solution asal Korea Selatan, dan Contemporary Amperex Technology Co Limited (CATL) asal China.

Erick menyatakan, IBC juga perlu mengeluarkan ongkos besar hingga mencapai USD 170 juta, atau sekitar Rp 2,43 triliun (kurs Rp 14.300 per dolar AS) untuk mengakuisisi StreetScooter milik Deutsche Post DHL Group.

Selain biayanya yang tidak sedikit, Erick juga tak memungkiri adanya potensi kegagalan dari proses akuisisi tersebut. Namun, itu termasuk dalam risiko bisnis yang harus berani diambil untuk kepentingan ke depan.

Pandangan berbeda dilontarkan Komisaris Utama Pertamina, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang terkesan menentang rencana itu.

Dia menilai akuisisi StreetScooter terlalu mahal. Perhitungan harga kepemilikan sahamnya lebih dari 60 persen menggunakan future valuation, dengan alasan bisnisnya bakal bagus di masa mendatang.

"Anda tidak boleh membeli sesuatu atau mengarang future valuasinya ke depan. Dasarnya apa valuasi future? Ini barang baru," seru Ahok.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tembus Pasar Global

Foto: Motor1

Ahok menganggap, rencana akuisisi ini turut dibalut maksud agar Indonesia bisa menembus pasar mobil listrik Amerika Serikat dan China. Sebuah alasan yang disebutnya mengada-ada.

Sebab, Negeri Paman Sam sudah punya Tesla, dan China punya Wuling. Kedua negara sudah punya industri kendaraan listrik besar yang sulit disaingi.

"Narasinya apa musti beli mobil listrik di Jerman? Itu yang saya bilang hati-hati. Ketika Anda bicara depan saya, saya kejar Anda mulai ngaco. Bos, di Amerika ada Tesla. Di China ada Wuling, (harga) mobil listrik cuman Rp 50 juta. For what?" singgungnya.

Daripada mengakuisisi StreetScooter, Ahok mendorong IBC untuk mengembangkan kendaraan listrik di dalam negeri. Seperti program mobil listrik nasional (Molina) yang diusung beberapa perguruan tinggi nasional.

"Lebih baik ngembangin anak-anak ITS (Institut Teknologi Sepuluh November). Kalau Anda enggak ngerti (cara ciptakan ekosistem kendaraan listrik), kenapa Anda enggak ngajak Wuling misalnya," tukas Ahok.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya