Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa berdarah itu terjadi 13 Desember 1945. Bekasi menjadi lautan api. Tentara sekutu Inggris membombardir Bekasi dari atas pesawat hingga membakar rumah-rumah warga mulai dari alun alun, Kranji, Teluk Buyung, Teluk Pucung, Bulak Kapal, hingga Lemah Abang, dan Karawang.
Inggris geram lantaran para pejuang kemerdekaan di Bekasi menyandera sekitar 25 tentara sekutu di Tangsi Bekasi, kini Mapolres Bekasi Kota, dekat alun-alun Bekasi. 25 tentara sekutu itu terdiri dari dari 5 orang dari pasukan Royal Air Force dan 20 prajurit India dari Mahratta Light Infantry
Semua bermula pada Jumat 23 November 1945, saat itu Pesawat Dakota yang membawa sekitar 25 militer sekutu mendarat darurat di wilayah Rawa Gatel, Cakung. Cakung dahulu masuk wilayah Bekasi.
Pesawat yang berangkat dari Lapangan Udara Kemayoran sekitar pukul 11.00 WIB dengan tujuan Semarang itu mengalami rusak mesin dan mendarat darurat di Rawa Gatel. Melihat pesawat jatuh, masyarakat sekitar mencoba mendatangi lokasi kejadian. Namun tentara Inggris yang merasa jatuh di lokasi yang menjadi kekuasaan republik merasa tertekan dan menembakkan ke arah masyarakat.
Baca Juga
Advertisement
Penembakan dari tentara Inggris itu membuat gerilyawan murka. Terjadilah pertempuran singkat yang membuat tentara Inggris menyerah lantaran kalah jumlah. Mereka menyerah. Mereka disandera para gerilyawan Bekasi. Satu korban tewas dari tentara Inggris ditinggalkan di lokasi kejadian.
Penyanderaan para tentara Inggris membuat pihak sekutu geram. Pihak sekutu mengirimkan pasukan dan mengecek langsung ke lokasi jatuhnya pesawat. Melihat satu jasad tewas, para tentara Inggris mengambil kesimpulan bahwa tentara lainnya dalam pesawat tersebut mengalami hal serupa.
Para tentara Inggris menyisir rumah-rumah sekitar mencari temannya yang lain. Mereka mencari para gerilyawan. Saat tengah melakukan penyisiran, para tentara Inggris diserang pejuang dengan menggunakan parang dan pedang. Pertempuran terjadi sehingga menyebabkan puluhan korban tewas dari pihak pejuang. Sementara dari pihak Inggris hanya satu tewas dan yang lainnya luka.
Mendengar berita tersebut, Panglima Tertinggi Sekutu di Indonesia Jenderal Philip Christison marah besar dan menuntut para tahanan dibebaskan dan dikembalikan ke Jakarta.
Perdana Menteri Indonesia Sutan Syahrir yang menerima tuntutan dari pihak sekutu meminta penjelasan kepada Letkol Moeffreini Moemin. Letkol Moemin merupakan komandan resimen V Cikampek yang juga pemimpin seluruh pejuang di Front Timur Jakarta. Lokasi jatuhnya pesawat merupakan wilayah dari Letkol Moemin.
Letkol Moemin dalam penjelasannya kepada Syahrir mengaku tak bisa berbuat banyak. Sebab, para tahanan sudah meninggal dunia. Kejadian ini juga membuat Presiden Sukarno datang ke Bekasi dan menanyakan langsung ke Moemin. Setelah mendengar penjelasan Moemin, Sukarno pergi. Kedatangan Sukarno membuat semangat para pejuang Bekasi kembali berkobar.
Seperti dikutip dari buku ‘Sejarah Bekasi: Sejak Peradaban Buni Ampe Wayah Gini’ karya Endra Kusnawan, disebutkan kemarahan sekutu berujung pada tudingan, bahwa pelakunya berasal dari gerilyawan Laskar Banteng Hitam Indonesia di bawah naungan Haji Darip dari Klender.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
#sudahdivaksintetap3m #vaksinmelindungikitasemua
Sekutu Terjunkan Kekuatan Penuh
Pihak sekutu mulai menerjunkan kekuatan penuh sejak 29 November 1945. Selain membawa sejata, mereka juga membawa jerigen berisi minyak. Pihak gerilyawan Bekasi sudah mendengar soal akan adanya penyisiran dari tentara sekutu. Mereka telah dahulu meninggalkan lokasi.
Alhasil, pada 13 Desember 1945, pihak sekutu degan kekuatan besar tak menemukan para pejuang Bekasi dan tawanan. Mereka lantas menyerang secara membabibuta dengan membakar rumah warga. Bekasi pun menjadi lautan api. Tak puas dengan membakar rumah, pihak sekutu melempar bom menggunakan tank dan pesawat.
Dua hari setelah sekutu menjadikan Bekasi lautan api, Sutan Syahrir melancarkan protes lewat pidato radio yang kemudian, beritanya diumumkan pada 19 Desember 1945. Dalam pengumuman resminya itu, Syahrir mengecam tindakan sekutu yang sudah kelewat batas.
Advertisement