Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah menargetkan penerimaan cukai rokok tahun 2022 sebesar Rp 193 triliun. Angka tersebut sekitar 10 persen penerimaan negara.
“kebijakan mengenai cukai menyangkut penerimaan negara karena memang di dalam Undang-Undang APBN 2022 ditargetkan penerimaan Cukai mencapai Rp 193 triliun. Itu menyangkut kurang lebih hampir 10 persen penerimaan negara,” kata Menkeu dalam konferensi pers Kebijakan Cukai Hasil Tembakau 2022, Senin (13/12/2021).
Bendahara negara ini menegaskan, target penerimaan cukai rokok sejalan dengan tujuan Pemerintah untuk mengendalikan konsumsi rokok, termasuk menurunkan angka prevalensi perokok di Indonesia khususnya terhadap anak-anak dan remaja usia 10-18 tahun.
“Cukai (rokok) ini merupakan instrumen untuk mengendalikan, sesuai dengan undang-undang Cukai dan menurut RPJMN 2020-2024 kualitas sumber daya manusia juga salah satu indikatornya adalah menurunkan prevalensi merokok terutama untuk anak-anak usia 10 hingga 18 tahun yang ditargetkan mencapai 8,7 persen pada tahun 2024,” tegas Menkeu.
Di samping itu, Sri Mulyani tak menampik jika target penerimaan cukai rokok meningkat maka akan berdampak pada harga rokok. Sehingga Pemerintah juga harus waspada munculnya rokok ilegal yang tidak kena cukai rokok.
“Rokok adalah barang kena Cukai dan tentu dengan adanya kebijakan yang meningkat maka ada kecenderungan dari kegiatan yang kemudian menjurus kepada illegal. Ini perlu untuk Kita waspadai, semakin tinggi harga rokok maka semakin besar tarif cukai, maka kegiatan dari produksi rokok ilegal juga tinggi,” ujarnya.
Baca Juga
Advertisement
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pengendalian Konsumsi
Lebih lanjut, jika dilihat dari sisi kesehatan dalam rangka pengendalian konsumsi. Kata Menkeu, rokok merupakan komoditas kedua tertinggi dari sisi pengeluaran rumah tangga sesudah beras baik di perkotaan maupun pedesaan.
“Di kota-kota besar 20,3 persen dan rokok 11,9 persen, dari total pengeluaran di desa 24 persen pengeluaran untuk beras dan langsung diikuti rokok 11,24 persen, dibandingkan dengan komoditas lain bagi masyarakat terutama kelompok miskin,” ujarnya.
Sehingga rokok menjadikan rumah tangga menjadi semakin miskin, karena pengeluaran yang seharusnya untuk meningkatkan ketahanan rumah tangga malah dikeluarkan untuk rokok yang mencapai 11 persen dari total pengeluaran keluarga miskin.
Advertisement